Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/08/2020, 18:23 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS. com – Stunting masih menjadi isu kesehatan yang besar di Indonesia. Sayangnya, selama ini isu ini hanya dianggap sebagai ranah orangtua atau pasangan yang ingin memiliki anak. Sudah saatnya remaja dilibatkan dalam program pencegahan stunting.

Fokus program pencegahan stunting yang selama ini dilakukan adalah penyuluhan bagi pasangan pranikah sehingga setelah menikah mereka memahami mengenai pola makan sehat bagi anak dan keluarga.

Menurut Program Advocacy and Communication Manager Tanoto Foundation, Indiana Basitha, stunting merupakan siklus yang tidak hanya dimulai sejak kehamilan, tapi juga masa anak-anak dan remaja.

“Siklusnya dimulai sejak remaja putri. Maka, masalah stunting harus jadi perhatian sejak remaja agar mereka menjaga asupan gizinya, karena mereka adalah calon orangtua,” kata Basitha dalam webinar bertajuk “Saatnya Remaja Cegah Stunting” (26/8/2020).

Dari hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, masih banyak remaja yang ada dalam kondisi kurus dan sangat kurus. Selain itu, remaja putri di Indonesia juga banyak yang mengalami anemia defisiensi zat besi.

Kondisi itu diperburuk dengan tingginya angka pernikahan di usia remaja.

Baca juga: Nikah di Usia Remaja, Awas Risiko Anak Stunting

“Remaja belum aware pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat. Pengetahuan mereka sangat terbatas tapi mereka harus menikah, hamil, dan jadi ibu,” kata Basitha.

Pengamat kesehatan dr. Reisa Broto Asmoro juga sependapat bahwa jika di masa remaja belum dapat ilmu tentang gizi, akan sulit menerapkannya dalam kehidupan keluarga.

Menurut Reisa, sudah saatnya ilmu parenting, termasuk pencegahan stunting, dimasukkan dalam kurikulum sekolah sehingga mereka mendapat informasi yang tepat seputar gizi.

“Di masa remaja ini mereka sedang ingin tahu segala sesuatu. Kalau tidak punya pengetahuan, mereka tidak akan siap saat harus mengurus anak,” katanya dalam acara yang sama.

Basitha menambahkan, Tanoto Foundation memiliki program pencegahan stunting dengan melibatkan kaum remaja.

“Saat ini yang sedang kami jajaki adalah lomba menulis bekerja sama dengan universitas. Harapnya, kampanye dan edukasi stunting bisa dilakukan oleh remaja karena kalau antar teman sebaya impact-nya bisa lebih besar,” paparnya.

Baca juga: Jalan Panjang Mengubah Perilaku Kesehatan untuk Cegah Stunting

Melinda Mastan, salah satu penerima Tanoto Scholar tahun 2017 mengatakan, remaja bisa jadi pintu masuk program pencegahan stunting.

“Kampanye dan edukasi untuk remaja bisa dilakukan melalui media sosial. Bukan tidak mungkin remaja dilibatkan dalam kegiatan Posyandu. Dengan melibatkan remaja secara langsung, setidaknya kita bisa mendengar ide-ide mereka untuk mendapatkan perspektif baru,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com