Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karena Menangis Sama Pentingnya dengan Perasaan Bahagia

Kompas.com - 02/09/2020, 10:31 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

Sumber SCMP

Di klub menangis itu, para anggotanya saling berbagi perasaan terdalam, peristiwa emosional yang sebelumnya dipendam. Masalawala lalu memainkan musik syahdu dan meminta peserta menutup mata dan mengingat peristiwa sedih di masa lalu.

“Biasanya pengalaman ini membuat orang menjadi emosional dan menangis,” katanya.

Masalawala mengatakan, testimoni manfaat yang ia dengar di pertemuannya membuat dirinya merasa diberkati bisa menolong orang banyak hanya dengan mendorong orang untuk bercerita dan mengeluarkan air mata.

“Emosi kita bisa saja ditekan- duka, kesedihan, frustasi, dan kebencian – dan menipu dunia. Tetapi emosi tersebut bisa membuat kita susah tidur di malam hari. Menangis punya efek kuat untuk menghilangkan semua emosi negative dan membuat perasaan lebih ringan,” katanya.

Awalnya di Jepang

Klub menangis pada awalnya berasal dari Jepang, negara yang penduduknya terkenal sering menekan emosi mereka.

Klub tersebut diperkirakan ada sejak tahun 2013 di Tokyo oleh pengusaha Hiroki Terai setelah ia melihat bagaimana emosionalnya seseorang setelah perceraian.

Kegitan menangis itu dalam bahasa Jepang disebut rui katsu (aktivitas air mata), termasuk memancing air mata dengan menonton film pendek, video klip, dan puisi sedih.

Memangis merupakan bahasa komunikasi paling utama bagi manusia. Bayi pun mulai menangis begitu ia dilahirkan ke dunia.

Baca juga: Kamu Sedih atau Depresi? Pahami Perbedaannya

Walau beberapa spesies mengeluarkan air mata secara refleks ketika iritasi atau kesakitan, manusia adalah satu-satunya makhluk yang tangisannya bisa dipicu oleh emosi.

Pada bayi, menangis sudah jelas sangat penting untuk menarik perhatian dan bantuan orang dewasa. Tapi, kurang jelas apa yang mendorong manusia dewasa menangis.

Menurut teori Dr.William Frey di tahun 1980-an, tangisan akan menghilangkan toksin dan hormone stress. Ia mengungkapkan itu untuk menjelaskan mengapa setelah menangis ada efek kelegaan atau kesembuhan.

Hasil risetnya menunjukkan ada banyak faktor yang mendorong kekerapan seseorang untuk menangis, misalnya pendapat yang menyebut “anak laki-laki tidak boleh menangis”, sampai perbedaan gender.

Frey juga menyarankan agar kita jangan menghentikan orang yang sedang menangis. Seseorang akan berhenti saat perasaannya lebih nyaman.

Baca juga: Mungkinkah Tertular Virus Corona dari Tetesan Air Mata?

Psikolog Belanda Dr.Ad Vingerhoets mengatakan, "efek katarsis dari tangisan mungkin dihasilkan dari reaksi menghibur orang lain, daripada tindakan menangis itu sendiri".

Temuan lain yang menarik adalah banyak orang menilai tangisan bukan sebagai kelemahan atau ketidakmampuan, tetapi sebagai sesuatu yang hangat, jujur, dan bisa diandalkan.

“Jika kita menekan emosi, itu akan tetap ada di bawah sadar, dan bisa bermanifestasi menjadi gangguan perilaku atau komplikasi kesehatan mental,” kata psikolog klinis dari Bangalore, Akanksha Pandey.

Penulis Amerika Serikat, Steve Maraboli, yang kutipannya belakangan ini sering beredar di media sosial, mengatakan:

“Menangis. Memaafkan. Belajar. Melanjutkan (move on). Biarkan air mata Anda menyirami benih kebahagiaan masa depan. "

Mungkin sudah saatnya dibuka klub-klub menangis lain di seluruh dunia, terutama di masa pandemi yang berat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber SCMP
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com