2. Pastikan anak minum cukup
Memastikan kebutuhan cairan anak terpenuhi dapat meningkatkan kapasitas kandung kemih dan memungkinkan anak mengenali perasaan ketika kandung kemihnya penuh dan perlu ke kamar kecil.
"Anak-anak yang tidak minum sepanjang hari mungkin kelebihan cairan setelah sekolah dan di malam hari. Kondisi itu akan meningkatkan risiko mengompol di malam hari," ucap Ruderman.
Selain itu, hindari konsumsi kafein sebelum tidur karena bersifat diuretik.
3. Menggunakan alarm khusus
Walfish merekomendasikan pasiennya menggunakan alarm khusus yang dipakai anak di piyama pada area bokong. Alat tersebut menurutnya sudah cukup efektif untuk beberapa pasiennya.
"Alarm ini bertindak seperti pager dan akan berdengung pada tetes pertama kelembapan, sehingga anak terbiasa untuk bangun dan buang air kecil di toilet daripada di piyamanya," kata dia.
Baca juga: Mengasah Keterampilan Bergaul Anak Selama Sekolah dari Rumah
4. Memberi hadiah
Cobalah memberlakukan sistem hadiah, di mana anak akan mendapatkan hadiah jika mereka tidak mengompol. Orangtua bisa menerapkannya dengan cara-cara kreatif, seperti memberikan stiker untuk menyelesaikan aktivitas tertentu. Beberapa di antaranya ketika mereka pipis sebelum tidur atau rajin minum sepanjang hari. Jadikanlah aturan tersebut sebagai rutinitas.
5. Membantu membersihkan
Buatlah anak terlibat dalam aktivitas membersihkan tempat tidurnya setelah mengompol. Hal ini dilakukan agar anak lebih mandiri dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
"Ajari anak untuk melepaskan seprai yang basah dan membantu meletakkan seprai baru yang bersih di tempat tidur."
"Bisa juga anak menggunakan tisu untuk membersihkan dirinya sendiri dan memakai piyama baru. Ini akan memotivasi dia untuk menggunakan toilet demi memiliki lebih sedikit pekerjaan," kata Walfish.
Baca juga: Waspada Gejala Usus Buntu pada Anak dan Bayi
6. Obat sebagai opsi terakhir
Terkadang, dokter mengobati enuresis dengan obat-obatan, meskipun ini biasanya bukan opsi tindakan pertama karena tidak ada obat yang terbukti menyembuhkannya secara permanen.
Sekalipun anak berhenti mengompol ketika mengonsumsi obat, sering kali mereka kembali mengompol saat pengobatan dihentikan.
Ruderman menyarankan psikoterapi, khususnya jika mengompol tersebut berkaitan dengan faktor psikologis seperti kecemasan, trauma, pelecehan, dan gangguan perhatian atau hiperaktivitas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.