KOMPAS.com - Body shaming atau mempermalukan orang lain dengan menyinggung bentuk tubuhnya seringkali terlontar lewat bercanda dengan teman.
Perkataan basa basi seperti “Wah, kamu sekarang tambah gemuk, ya” atau “Kamu pasti kelihatan lebih cantik jika kurusan dikit” adalah contohnya.
Kalimat-kalimat seperti ini adalah bentuk body shaming yang sering dianggap sepele oleh banyak orang.
Meski tujuannya adalah bercanda atau agar pendengarnya memulai kebiasaan sehat, nyatanya hal ini malah menimbulkan efek negatif.
Sebuah studi menyatakan, body shaming malah akan membuat korbannya benci terhadap dirinya sendiri atau bahkan meneruskan pola makannya ke titik ekstrim sehingga semakin tidak sehat.
Tidak hanya itu, depresi hingga memiliki kecenderungan untuk bunuh diri juga bisa muncul sebagai dampak body shaming.
Oleh karena itu, kebiasaan mempermalukan orang lain karena bentuk tubuhnya harus dihentikan.
Baca juga: Seperti Tara Basro, Yuk Mulai Cintai Bentuk Tubuh Kita..
Body shaming adalah tindakan mengolok-olok bentuk tubuh orang lain. Baik dengan tujuan bercanda atau benar-benar menghina.
Korban body shaming sering kali adalah wanita gemuk. Namun hal ini juga berlaku untuk kaum pria dan mereka yang bertubuh kurus.
Kegiatan mengolok-olok juga semakin sering terjadi di media sosial, yang tak jarang berubah menjadi cyberbullying. Olok-olok ini dapat menyebabkan masalah psikologis pada korbannya.
Apakah kamu pelaku body shaming?
Standar sosial dan kebiasaan yang sudah turun temurun dilakukan membuat body shaming sering dipandang sebagai sesuatu yang biasa.
Padahal, dampak perilaku ini bisa sangat berbahaya baik secara fisik maupun mental orang yang menerimanya.
Seringkali, pelaku body shaming tidak sadar bahwa mereka sudah melakukan perilaku tersebut.
Berikut ini adalah tanda-tanda seseorang berpotensi melakukan body shaming.
Baca juga: Polusi Visual Sedang Viral, Ketahui Dulu Pengertiannya