Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Lelah Fisik dan Emosional? Waspadai Krisis Kelelahan

Kompas.com - 12/09/2020, 20:00 WIB
Dian Reinis Kumampung,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber Healthline

KOMPAS.com— Pandemi covid-19 yang berlarut-larut, ketidakpastian ekonomi, dan kecemasan akan tertular penyakit, telah membuat kita merasakan banyak emosi yang intens, seperti ketakutan, cemas, dan kemarahan.

Seiring waktu, stres yang tak kunjung reda, bahkan sampai hitungan bulan dan tahun, dapat membuat orang merasa mati rasa atau lelah secara emosional. Perasaan ini dijuluki "kelelahan krisis”.

Menurut Dr. Petros Levounis, profesor dan ketua departemen psikiatri, Sekolah Kedokteran Rutgers New Jersey, manusia akan melalui empat tahap dalam menanggapi suatu krisis.

"Pertama, fase heroik. Di sini, semua orang berkumpul dan banyak tindakan yang mencoba merespons dengan melakukan apa yang perlu dilakukan selama krisis,” kata Levounis.

Berikutnya, fase bulan madu, di mana orang-orang merasa nyaman menjadi bagian dari komunitas.

Baca juga: Bagaimana Keluar dari Kecemasan dan Rasa Takut di Masa Pandemi?

"Setelah itu adalah fase kekecewaan, seperti yang kita rasakan sekarang dan saat itulah kita menghadapi kelelahan krisis,” ujar Levounis.

Fase ini bisa berlangsung beberapa bulan, dengan orang-orang merasa dalam keadaan yang buruk, sampai mereka mulai berupaya mencari cara untuk pemulihan dan pembangunan kembali setelah krisis berlalu.

Mengapa kelelahan krisis terjadi

Mengenai mengapa kelelahan krisis terjadi, Firdaus S. Dhabhar, PhD, profesor di departemen psikiatri dan ilmu perilaku menjelaskan, respon stres alami manusia, yaitu lawan atau tinggalkan, yang berlangsung lama bisa berbahaya.

Baca juga: Bebas Stres dengan Merawat Tanaman

“Respon alami terhadap stres dalam jangka pendek adalah teman kita. Respons stres biologis dapat melindungi kita selama situasi atau krisis yang menantang,” katanya.

Namun, ketika stres menjadi kronis dan berlangsung selama berminggu-minggu, efeknya berbahaya dan dalam kondisi yang sangat berulang atau parah, dapat menyebabkan kelelahan krisis.

Levounis menjelaskan bahwa orang menginvestasikan banyak energi pada fase awal, tetapi tubuh manusia tidak dapat mempertahankan keadaan adrenalin tinggi untuk waktu yang lama, sehingga keadaan ini menjadi tak bisa dihindari.

IlustrasiShutterstock Ilustrasi

Apa saja gejala kelelahan krisis?

Levounis mengatakan bahwa gejalanya bisa ke salah satu dari dua arah.

Halaman:
Sumber Healthline
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com