Oleh karena itu, kata-kata tajam bernuansa negatif yang keluar dari mulut orangtua kepada anak, bagai menempel stiker pada dahi anak tersebut.
Kalau menurut ahli sosiologi Edwin L. Lemert (1912-1996) istilahnya labelling, cap, julukan, atau stigma.
Walaupun umumnya labelling diberikan oleh masyarakat atau lingkungan sekitar, tetapi apa yang dilakukan orangtua dalam hal ini dikategorikan sebagai labelling juga.
Labelling yang turun dari atas ke bawah, dari orangtua kepada anak, dapat menjadi kenyataan. Ucapan buruk orangtua terhadap anak dapat disamakan seperti kutuk. Kutuk seumpama awan hitam yang terus bertengger di atas kepalanya.
Pernah saya mendengar seorang tetangga, bapaknya begitu marah kepada anak lelaki yang tak tamat SMA.
Ketika anak itu tergesa keluar dari rumah (sepertinya habis ribut dengan orangtuanya), bapaknya teriak dari balik pintu: “Pergi sana dari rumah, jangan balik lagi! Anak kurangajar!”
Ternyata betul, anak itu menggelandang di terminal sampai akhirnya pindah ke pulau lain bertahun-tahun. Ia kemudian mati muda bersama beberapa temannya karena mabuk minum minuman keras oplosan yang dicampur jengkol.
Apakah itu kuasa kata-kata? Setinggi-tingginya amarah orangtua terhadap anak, tetap harus dapat mengendalikan diri dalam mengeluarkan kata-kata. Kata-kata buruk adalah kutuk.
Baca juga: Apa Tak Lelah Marah-marah Terus ke Anak?
Hukuman
Ketidaksabaran atau rasa kesal orangtua terhadap anaknya yang tak patuh atau sulit mengerti, biasanya dengan cara menjatuhkan hukuman. Hukuman dapat berupa hukuman fisik atau hukuman psikis.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.