KOMPAS.com— Rasanya tak mungkin menghindari paparan cahaya biru di era modern ini. Cahaya biru itu berasal dari komputer, layar ponsel, hingga lampu neon dan lampu LED. Namun sumber terbesar sinar ini adalah matahari.
Dengan banyaknya produk pemblokir cahaya biru yang ada di pasaran saat ini, kita mungkin berasumsi bahwa cahaya biru berbahaya bagi mata. Tapi seberapa besar kerusakan yang sebenarnya terjadi?
“Sebenarnya, tidak ada yang tahu dengan pasti,” kata dokter mata Dr Claudine Pang, pendiri Pusat Bedah Mata Retina Asia.
“Belum ada penelitian pada manusia yang mendokumentasikan kerusakan retina akibat cahaya biru. Untuk alasan ini, kita cenderung melakukan kesalahan dan terlalu berhati-hati dmembatasi paparan cahaya biru ke mata kita,” imbuhnya.
Pang menambahkan bahwa tidak semua cahaya biru yang ada berbahaya bagi mata.
Baca juga: Perlukah Tabir Surya untuk Lindungi Kulit dari Cahaya Biru Gadget?
“Kita juga membutuhkan sejumlah cahaya biru untuk mengatur ritme sirkadian normal, meningkatkan kewaspadaan dan memori, dan mencegah perkembangan miopia,” paparnya.
Justru jika kekurangan cahaya biru akan membuat perubahan seperti depresi di otak. Hal ini sering ditemui pada saat musim dingin.
Jangan berlebihan
Yang harus kita khawatirkan adalah eksposur yang berlebihan dan berkepanjangan. Dan karena retina kita tidak dapat memblokir cahaya biru sama sekali, dibutuhkan lensa dan layar khusus.
Menurut Dr Pang, lensa pemblokir cahaya biru mampu memblokir 20-70 persen cahaya biru, tergantung kualitasnya.
Cahaya biru menempati panjang gelombang 400-490 nm, dan warna kuning lensa penghalang cahaya biru menyaring panjang gelombang kurang dari 450 nm. Sehingga mata lebih nyaman saat melihat perangkat digital untuk waktu yang lama.
Baca juga: Ini Waktu Berjemur yang Baik di Bawah Sinar Matahari
Dampak paparan sinar biru dalam waktu lama adalah memengaruhi keluarnya hormon melatonin di malam hari dan mengganggu siklus tidur normal kita.
“Oleh karena itu, sebaiknya kita kurangi penggunaan perangkat elektronik terutama pada malam hari agar tidur lebih nyenyak,” kata Pang.
Gangguan ritme sirkadian alami, yakni proses internal dan alami yang mengatur siklus tidur-bangun yang diulangi kira-kira setiap 24 jam, dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko obesitas, penyakit jantung, dan diabetes.
Ketegangan mata