Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Patricia dan Mimpinya Melihat Anak Muda Cinta Batik

Kompas.com - 02/10/2020, 12:11 WIB
Maria Adeline Tiara Putri,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Batik kini sudah menjadi busana yang banyak dikenakan masyarakat dalam kegiatan sehari-hari dan tidak terbatas untuk acara formal. Terlebih sejak UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi pada 2 Oktober 2009.

Di sisi lain, semakin banyak brand lokal dan desainer yang menggunakan produk batik untuk koleksinya. Salah satunya adalah desainer muda Patricia Andriani.

Tiga tahun lalu ia mendirikan brand fashion menggunakan namanya yang fokus terhadap batik modern untuk perempuan.

Patricia tertarik mendirikan brand fashion batik modern karena ia menemukan banyak sekali batik tulis yang sangat menarik dan harganya terjangkau sekaligus cocok untuk kalangan anak muda.

Selain itu, perempuan kelahiran 1994 ini juga ingin mengubah persepsi jika batik hanya bisa dikenakan untuk acara formal.

"Saya ingin anak-anak muda supaya lebih percaya diri dan bisa mengenakan batik dalam aktivitas sehari-hari, enggak cuma ke acara formal," kata Patricia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/10/2020).

Selama mendesain busana batik, ada banyak pengalaman yang dikenang oleh Patricia. Salah satunya ketika ia terjun langsung ke pengrajin untuk mencari kain batik yang cocok, entah dari segi motif maupun warna.

"Momen itu benar-benar mengesankan karena saya langsung melihat proses pembuatan, workshop batik seperti apa, dan langsung berbincang ke pengrajinnya. Jadi tahu motif dan warna, serta artinya," tambah Patricia.

Meskipun mencocokkan satu kain dengan yang lainnya membutuhkan proses lumayan lama, namun baginya itu adalah perjalanan yang menarik untuk diminati.

Kendati demikian, perempuan yang pernah menempuh pendidikan di Nanyang Academy of Fine Arts (NAFA) Singapura itu juga memiliki tantangan tersendiri dalam mendesain batik.

Banyak menggunakan batik Lasem, terkadang Patricia harus menunggu beberapa bulan untuk produksi. Sebab koleksi kain batik tulis yang dipesannnya terbatas. Para pengrajin juga tidak bisa membuat kain dalam jumlah banyak sekaligus.

"Kalau pesan prosesnya lama. Misalnya butuh beberapa bulan untuk produksi 3-4 lembar kain batik," kata Patricia.

Namun hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk mendesain busana batik. Ia selalu berusaha membuat koleksi atau item fashion lain yang pasti ada sentuhan batik tulis. Harapannya dengan cara tersebut ia bisa mengangkat kehidupan pembatik.

"Selain itu bisa mengekspos batik yang digunakan kepada konsumen, jadi sekalian memberikan informasi tentang daerah asal kain," kata Patricia.

Dirinya mengaku senang karena saat ini semakin banyak brand lokal dan anak muda yang berinovasi terhadap batik sehingga peminatnya terus bertambah.

Harapannya hal itu bisa mengangkat dan menyejahterakan kehidupan pembatik sekaligus melestarikan batik.

"Sekarang banyak yang berinovasi dengan batik tulis, itu positif. Jadi bisa lebih eksplor batik tulis mana yang harganya terjangkau dan motif menarik sehingga bisa diterima masyarakat. Edukasi lewat media sosial dan kegiatan tentang budaya batik tulis juga penting," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com