Namun, teknik perintang atau menghalangi warna untuk menghasilkan pola berkembang lebih pesat di Tanah Air.
Batik Nusantara dipercaya sudah eksis sejak zaman Majapahit, kemudian berkembang dalam pola beragam di daerah-daerah lain di Indonesia.
Kain simbut dari daerah Banten adalah salah satu contoh awal batik yang pernah ada di Indonesia.
Kain itu dibuat dengan menggunakan bubur nasi sebagai perintang warna. Teknik serupa juga dipakai dalam pembuatan kain ma'a di Toraja.
Sementara itu, pola batik seperti pada arca Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan dari abad XII yang ditemukan di Provinsi Jawa Timur, memperlihatkan detail berpola sulur tumbuhan dan kembang-kembang.
Detail tersebut mirip dengan pola batik tradisional Jawa. Para peneliti menduga, pola yang rumit seperti itu dihasilkan dengan alat pembatik bernama canting.
Sehingga bisa disimpulkan, canting sudah dikenal di pulau Jawa sejak abad XIII pula, bahkan ada kemungkinan alat tersebut muncul di Jawa.
Akan tetapi, catatan mengenai kemunculan batik di Pulau Jawa tidaklah banyak.
Perkembangan batik
Batik di Indonesia berkembang dalam berbagai ragam dan pola, sesuai kebudayaan masing masing daerah dan unsur yang memengaruhinya.
Batik pesisir seperti Cirebon dan Pekalongan --misalnya, menyerap pengaruh luar dari pedagang asing dan pihak luar yang berkaitan dengan masyarakat pesisir.
Warna bernuansa cerah dan pola seperti burung phoenix yang berasal dari budaya China, atau bunga serta kereta yang berasal dari Eropa, biasa ditemukan pada batik Cirebon dan Pekalongan.
Lain halnya dengan motif batik Yogyakarta atau Solo. Sebagian besar motif batik Yogyakarta dan Solo tidak menggambarkan benda, hewan atau tumbuhan secara langsung, melainkan menjadikannya sebuah simbol.
Baca juga: Intip Gaya Susi Pudjiastuti dengan Karya Anne Avantie untuk Hari Batik
Warna batik dari dua daerah tersebut juga cenderung lebih "kalem" jika dibandingkan batik pesisir yang terkesan meriah atau ramai.
Motif batik