Penentuan diagnosis masalah gigi saat ini dilakukan melalui pemeriksaan klinis dan radiografis.
Secara radiografis meliputi X-Ray, seperti intra-oral radiografi, panoramik, dan 3D CBCT.
Pada beberapa kasus, radiografi gigi memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat mendeteksi lubang gigi kecil, keretakan enamel gigi, atau erosi gigi. Hal seperti ini dapat terlihat dengan teknik pencitraan medis lain, yaitu OCT.
Metode OCT menggunakan interferometri dengan cahaya koheren parsial, pertama kali dipaparkan pada tahun 1991. Pada tahun 1993 di Vienna, uji coba in-vivo pertama kali dilakukan pada bagian retina manusia. Kemudian pada tahun 1996, perangkat OCT diproduksi pertama kali secara komersil oleh Zeiss-Humphrey.
Saat ini, terdapat dua tipe dasar OCT: time domain optical coherence tomography (TdOCT) dan fourier domain optical coherence tomography (FdOCT).
Baca juga: Ahli Sebut CT Scan Lebih Efektif untuk Diagnosis Virus Corona daripada Tes Swab
Prinsip pemindaian lokasi setiap lapisan jaringan dengan OCT adalah berdasarkan frekuensi modulasi dari intensitas cahaya dan sinyal elektrik yang dihasilkan deteksi spektrum sinar disebut sinyal pita spektral.
Saat ini, dua metode praktis yang digunakan untuk tipe deteksi ini adalah spectral optical coherence tomography (SOCT) dan swept source optical coherence tomography (SS-OCT).
SS-OCT memiliki keunggulan dalam kemampuan penetrasi lebih dalam untuk pemindaian dan menggunakan sapuan laser dengan panjang gelombang pendek dan dapat disesuaikan.
OCT juga mampu menghasilkan serangkaian pencitraan dua dimensi yang selanjutnya kombinasi tersebut dapat menghasilkan pencitraan tiga dimensi.
Pencitraan tersebut dapat mendeteksi kerapatan dinding-dinding gigi dengan tambalan, celah tambalan, gelembung udara di dalam tambalan gigi, keretakan tambalan gigi, atau porositas pada lesi gigi berlubang.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.