KOMPAS.com - Di awal bulan Oktober, Adidas memberi gambaran mengenai teknologi terbaru yang mereka tawarkan kepada sejumlah media.
Diberi nama Futurecraft Strung, teknologi ini berfokus pada bagian atas sepatu.
Teknologi Futurecraft Strung menjanjikan bobot yang lebih ringan dan lebih presisi, serta menjadi solusi "cinta lingkungan" dari Adidas dalam memproduksi sepatu lari.
Futurecraft Strung, pada dasarnya merupakan cara baru membuat bagian atas sepatu berbahan tekstil.
Dengan bantuan data dan mesin robotik, Adidas menempatkan kain di bagian atas sesuai kebutuhan dan mengurangi sisa material berlebih.
Baca juga: Adilette, Siluet Lanjutan dari Tren Sepatu Karet Adidas
"Kami mencoba membuat bagian atas dalam resolusi 4k, yang mendekati resolusi alami biologi," ujar desainer Adidas, Fionn Corcoran-Tadd.
Sepatu lari Adidas Futurecraft Strung memiliki berat sekitar 223 gram dan bagian atas hanya seberat 27 gram.
Sepatu ini diklaim memiliki kesempurnaan pada peletakan benang, ukuran dan stabilitas bagian atas sepatu meningkat.
Data berperan penting dalam menciptakan jalur untuk menempatkan benang di bagian atas sepatu, baik data kuantitatif --bersumber dari komputer, maupun data kualitatif dari penguji sepatu di seluruh dunia.
"Teknologi ini membuat kami bisa memahami atlet di satu sisi," kata Andrea Nieto, desainer di tim Adidas Future.
"Di sisi lain, kami juga melihat pindaian resolusi tinggi dalam 3D atau data motion capture dari seseorang yang berjalan di atas force plate."
Baca juga: Sempat Dipakai Keanu Reeves, Adidas Torsion Artillery Dirilis Ulang
Force plate adalah alat untuk mengukur gaya reaksi tanah yang dihasilkan oleh seseorang yang berdiri atau bergerak di atasnya.
Alat ini mengukur keseimbangan, gaya berjalan, dan parameter lain.
Keseimbangan data diterjemahkan menjadi proses produksi, sehingga data dari robot atau komputer dipadukan bersama ide atau gagasan dari para pekerja di Adidas.
"Saat kami membuat sepatu, seluruh prosesnya dikerjakan manusia."
"Kami memakai data untuk menerjemahkan proses kami dalam membuat sepatu, namun ada campur tangan manusia dalam memproses data," kata Nieto.
Teknologi Futurecraft Strung memungkinkan Adidas menghasilkan sepatu dengan bahan yang minimum, sehingga proses produksi sepatu ini mengarah pada praktik fesyen berkelanjutan.
"Proses merajut dan menenun relatif agresif dalam hal banyaknya benang yang digunakan, sedangkan Strung adalah proses yang relatif rumit," kata Corcoran-Tadd.
Baca juga: Mimpi Kanye West Menyatukan Adidas dan Nike
Namun, dengan proses rumit itulah yang membuat Adidas dapat mengurangi jumlah benang yang digunakan.
Biasanya, benang atau serat daur ulang lebih lemah dari serat murni dan dicampur sehingga benang tersebut tahan terhadap keausan.
Tantangan terbesar yang dihadapi Adidas saat mengenalkan teknologi Futurecraft Strung adalah skalabilitas.
Ketika sepatu Adidas dengan teknologi midsole 4D pertama kali dirilis akhir tahun 2019, harga sepatu tersebut mahal dan sangat terbatas.
"Kami bertujuan hadir dengan harga yang sangat kompetitif dan sebanding dengan penawaran dari alas kaki kami saat ini," ucap Nieto.
Sepatu Adidas Futurecraft Strung diperkirakan belum akan terlihat di pasaran hingga akhir tahun 2021.
Kendati demikian, Adidas percaya teknologi yang mereka usung bisa membawa perubahan dalam teknologi sneaker.
"Kami lihat banyak teknologi baru ditambahkan ke bagian midsole oleh berbagai label."
"Itu fokus yang besar dan penting dalam konteks sepatu lari. Namun kami lumayan jarang melihat inovasi teknologi untuk bagian atas sepatu," ungkap Corcoran-Tadd.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.