Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Tanda Kamu Korban Kekerasan Emosional dalam Hubungan

Kompas.com - 13/10/2020, 16:18 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Tidak seperti kekerasan fisik, kekerasan emosional seringkali tidak disadari dan sulit dikenali, baik oleh teman, keluarga, maupun korban sendiri.

Pada awalnya, seseorang yang suka melecehkan pasangannya secara emosional mungkin tampak penuh kasih sayang dan begitu perhatian. Itu semua adalah bagian dari proses untuk memenangkan hati korbannya.

Namun, periode ini biasanya tidak berlangsung lama. Seiring berjalannya waktu, pelalu mulai menggunakan taktik pelecehannya, seperti menghina, mengkritik, gaslighting, menutup mulut, hingga menahan kasih sayang, untuk mendapatkan kekuasaan dan membangun kendali dalam hubungan.

Perilaku ini sering kali terjadi di belakang layar, secara bertahap melemahkan kepercayaan diri dan harga diri korban, sehingga korban lebih rentan terhadap kekerasan di masa depan.

“Seiring berjalnnya waktu, korban menjadi mudah dikendalikan pikirannya, mereka seolah hanya menunjukkan cangkang dari diri asli mereka dan menghabiskan seluruh waktu mereka untuk mencoba mencari cara bagaimana mencintai pasangannya (pelaku) dengan lebih baik, yang sayangnya tidak pernah berhasil."

Hal itu diungkapkan oleh terapis yang mengkhususkan diri dalam pemulihan pelecehan, Sharie Stines, seperti dilansir HuffPost

Beberapa tanda kamu mungkin adalah korban kekerasan emosional pasanganmu, antara lain:

1. Sering disakiti atau dipermalukan di depan publik
Suatu hari pasanganmu mungkin mencoba memberikan komentar kasar atau kritis sebagai lelucon, lalu menuduhmu terlalu sensitif ketika kamu mengatakan komentar itu mengganggumu.

Di lain waktu, kamu mungkin tertawa bersama pasanganmu dan bertingkah seolah itu bukan masalah besar, meskipun itu menyakiti hatinya.

"Sekalipun komentar ini seharusnya dikatakan dengan cara yang lucu, merendahkan seseorang, terutama jika dilakukan di depan orang lain, adalah tidak sopan dan merupakan ekspresi permusuhan," kata psikoterapis sekaligus penulis "The Emotionally Abusive Relationship," Beverly Engel.

Baca juga: Segera Akhiri Hubungan, Jika Pacaran Diwarnai Kekerasan Fisik

2. Kamu menjadi "insecure"
Mungkin dulunya kamu adalah seseorang yang cukup percaya diri, tetapi belakangan ini baik disadari maupun tidak, kamu banyak melontarkan komentar yang meremehkan diri sendiri, seperti "aku sangat bodoh", "aku tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar", "aku tidak tahu apa yang salah akhir-akhir ini tapi aku sangat pelupa", dan sebagainya.

"Itu bisa jadi menunjukkan bahwa dirimu sedang dilecehkan secara emosional oleh pasangan yang sangat kritis terhadapmu, yang terus-menerus menyalahkanmu, atau memiliki ekspektasi yang tidak masuk akal terhadap dirimu sebagai pasangan," ungkap Engel.

Dampaknya, kamu mungkin mulai meragukan kemampuanmu dan penilaian atas dirimu sendiri. Kini kamu juga mungkin kesulitan membuat keputusan sederhana sendiri.

"Semakin intens kekerasan emosionalnya, semakin besar tantangan bagi korban untuk membuat keputusan, bahkan keputusan mendasar sekali pun," kata terapis trauma dan penulis "Healing From Hidden Abuse", Shannon Thomas.

3. Menyalahkan diri sendiri jika ada yang salah dan minta maaf sedalam-dalamnya
Kamu menjadi sering sekali meminta maaf kepada siapapun untuk hal-hal yang sebetulnya tidak memerlukan permintaan maaf, seperti kesalahan kecil atau hal-hal yang bukan kesalahanmu.

"Kamu seolah telah dikondisikan untuk disalahkan dan disalahkan untuk setiap hal kecil," kata Stines.

4. Tidak ingin membicarakan soal hubungan
Jika kamu cenderung jarang menyebut pasanganmu atau bahkan mengubah topik pembicaraan ketika seseorang menanyakan kabar dalam hubunganmu, itu adalah sinyal bahwa kamu sebetulnya menghindari masalah karena suatu alasan.

"Bisa jadi itu karena kamu merasa malu dan meyakini bahwa jika kamu tidak membicarakannya, tidak akan ada yang mengetahuinya,” tambah Stines.

Baca juga: 8 Tanda Kamu Harus Akhiri Hubungan Asmara Segera

5. Pasanganmu terus-terusan menanyakan kabar
Normal bagi pasangan untuk menanyakan jadwal atau rencana mereka untuk hari itu. Tetapi, pasangan yang sepanjang waktu menelepon atau mengirim pesan ingin tahu di mana kekasihnya dan dengan siapa mereka, itu sama dengan mengendalikan dan posesif. Sama sekali bukan bentuk kepedulian.

Pada akhirnya, kamu mungkin jadi sering terburu-buru pulang, misalnya, ketika kamu sedang bersama sahabatmu. Selain itu, baik disadari maupun tidak, kamu pun kerap membuat alasan hanya untuk segera pulang.

Dalam kasus yang ekstrem, bisa saja pasanganmu menanyakan temanmu atau restoran yang kamu datangi hanya untuk memastikan apakah kamu sudah benar-benar pulang.

Ketahuilah bahwa pelaku pelecehan emosional sering kali berusaha mengisolasi korbannya dari teman-teman dan keluarganya. Dengan cara itu, tidak ada yang bisa menjadi saksi atas perilaku kasar atau memberikan dukungan yang dibutuhkan mereka untuk mengakhiri hubungan.

6. Suasana hatimu berubah ketika menerima telepon atau pesannya
Sikapmu mungkin menjadi lebih tegang atau terlalu terutup. Suasana hatimu menjadi berubah ketika pasanganmu menelepon atau mengirimimu pesan.

"Bahasa tubuh, ekspresi wajah atau nada suaramu biasanya akan berubah setelah pelaku menghubungi," kata Thomas.

Baca juga: Waspada, Inilah 5 Tanda Kekasih yang Posesif

7. Pasanganmu punya akses bebas ke akun-akun pribadimu
Seseorang yang melakukan kekerasan emosional tidak hanya mengetahui sandi email, perbankan online atau media sosial pasangannya, tetapi juga menggunakan sandi yang diketahuinya untuk masuk ke situs atau aplikasi tertentu sebagai cara untuk mengawasimu.

Menurut psikolog klinis B. Nilaja Green, pelaku mungkin membenarkan tindakan-tindakan itu dengan mengklaim bahwa inilah cara mereka membangun kepercayaan dalam hubungan

"Ini bisa menjadi masalah karena pasangannya tidak diizinkan memiliki privasi dalam hubungan dan itu mengaburkan batasan emosional," kata Green.

8. Kamu mengabaikan saran kepedulian orang-orang sekitar
Bahkan sekalipun kamu ditunjukkan bukti yang jelas bahwa ada sesuatu yang salah dalam hubunganmu, kamu sebagai korban pada awalnya akan mencoba untuk mengalihkan perhatian dari kebenaran yang terungkap.

"Bagi anggota keluarga atau teman, sangat penting agar kalian tidak percaya begitu saja dengan kebohongan yang diceritakan oleh korban atau pelaku," kata Thomas.

 

Memulihkan diri
Jika yang menjadi korban kekerasan emosional pasangan adalah temanmu atau orang di sekitarmu, yang dapat kamu lakukan adalah:

  • Menanyakan kondisinya, apakah dia baik-baik saja.
  • Jika dia mau terbuka, buatlah dia yakin bahwa kamu adalah tempat yang aman untuk bercerita.
  • Jangan tawarkan saran atau memberitahu apa yang harus dia lakukan, cukup dengarkan saja apa yang diceritakannya.
  • Katakan kamu percaya pada dia dan yakin dia bisa memilih yang terbaik.
  • Terus pantau perilaku kekerasan yang terjadi, yang bisa kamu pantau.
  • Beri batasan keterlibatan dan tawarkan dukungan yang mungkin bisa kamu berikan.
  • Baca juga: Berpenampilan Menarik, Mungkinkah Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual?

Namun, jika korban kekerasan emosional dalam hubungan adalah dirimu sendiri, beberapa hal yang bisa kamu lakukan, seperti dilansir Cleveland Clinic, antara lain: 

  • Tulis

Strategi klasik para pelaku kekerasan emosional adalah membuat korbannya ragu. Jadi, cobalah menuliskan semuanya, apa yang kamu lakukan, yang kamu katakan, dan yang kamu rasakan.

Dengan begitu, kamu bisa membacanya kembali ketika suatu hari meragukan dirimu. Menyamakan ingatan dan catatan akan secara perlahan menumbuhkan kepercayaan dirimu.

  • Berhenti menyalahkan diri sendiri

Para pelaku mencoba mengontrol dirimu. Jadi, terus ingatkan dirimu sendiri bahwa semua ini bukanlah salahmu.

  • Jangan terbawa permainannya

Jika kamu berada pada situasi di mana haeus berinteraksi dengan pelaku, cobalah untuk mundur selangkah dan tidak mengikuti permainannya.

Ini bukanlah hal mudah, tapi ingatlah bahwa pelaku selalu ingin melihat reaksimu. Tapi, kamu tidak harus selalu memberinya kepuasan.

Kamu tak perlu selalu merespons. Jangan berargumen dan jangan meminta maaf. Ini adalah langkah yang begitu penting.

  • Pertanyakan apa yang "normal"

Jika kamu terus berada pada kondisi emosional yang tidak stabil, kamu mungkin berpikir bahwa perilaku intimidatif dan mempermalukan adalah hal yang normal. Namun, ingatlah sesuatu yang biasa kamu alami tidak selalu sesuatu yang normal.

Cobalah berefleksi dan tanyakan pada dirimu sendiri seperti apa hal-hal normal yang seharusnya terjadi dalam hubungan.

  • Mencoba percaya

Seseorang yang mengalami kekerasan emosional bisa jatuh ke dalam pola perilaku yang sama dan tidak memercayai orang lain.

Ingatlah bahwa di luar sana banyak orang baik yang bisa kamu percaya. Kamu hanya perlu mencoba untuk membiarkan orang masuk ke duniamu.

  • Penuhi kebutuhanmu

Korban kekerasan emosional sering kali hanya menjadi pemuas keinginan orang lain. Ingatlah, bahwa kamu juga memiliki kebutuhan dan kamu boleh membahagiakan dirimu sendiri.

  • Minta bantuan

Banyak orang berpikir jika tidak terlalu sakit, maka mereka bisa mengatasi kondisinya.

Namun, jika kamu ingin keluar dari pola kekerasan emosional yang kamu alami, cobalah meminta bantuan profesional. Ketika kamu sudah menyadari betul bahwa apa yang selama ini dialami adalah kekerasan emosional, kamu bisa mendapatkan bantuan untuk keluar dari lingkaran itu.

Baca juga: Hai Perempuan, Lakukan Ini untuk Bangkit dari Trauma Kekerasan...

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com