Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/10/2020, 16:10 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak orang tidak bisa lepas dari garam untuk memberikan rasa asin dan gurih pada makanan. Terkadang -disadari atau tidak-, konsumsinya pun menjadi berlebihan.

Padahal, mengonsumsi garam secara berlebihan dapat memicu peningkatan risiko penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi.

Anjuran konsumsi garam adalah 2.000 mg natrium per orang per hari. Jumlah itu setara dengan satu sendok teh garam.

Baca juga: Studi: Pria dengan Penghasilan Tinggi Rentan Alami Hipertensi

Anjuran itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.

Kendati mendapatkan perhatian khusus, sebenarnya garam bukanlah faktor utama yang menyebabkan hipertensi.

Namun, ada hal pendukung lainnya perlu diperhatikan.

Ketua InaSH (Indonesian Society of Hypertension), dr. Tunggul D. Situmorang SpPD-KGH, obesitas ikut menjadi faktor orang-orang rentan terkena hipertensi.

"Yang meningkatkan risikonya ya makanan-makanan yang membuat orang obesitas."

"Selain itu karena orang tidak suka bergerak," kata dia saat peluncuran produk Omron, melalui aplikasi Zoom, Rabu (14/10/2020).

Baca juga: Pasien Hipertensi Belum Disiplin Konsumsi Obat

Tunggul lantas menyarankan agar setiap orang berusia dewasa mulai rutin melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin.

Dengan demikian, fakta tetang adanya potensi penyakit hipertensi atau tidak (primer hypertension) dapat terdeteksi.

Di samping itu, hipertensi lebih banyak terjadi berdasarkan penyakit turunan (genetik). Maka, jika sudah mengetahui risiko secara dini, penyakit ini bisa dikendalikan atau pun dicegah.

Bagi orang-orang yang sudah mengidap hipertensi, biasanya akan dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sehat seperti buah, serta mengurangi garam.

"Awalnya, pasien hipertensi itu tidak akan diberikan obat, tapi mengubah gaya hidupnya dulu."

"Baru kalau sudah ada di kondisi tertentu akan diberikan obat," cetus Tunggul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com