Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Toxic Positivity", Pikiran Positif yang Berakibat Buruk bagi Mental

Kompas.com - 24/10/2020, 08:26 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pada tahun 2020 ini mungkin perhatian kita banyak sekali yang terpusat pada hal-hal negatif, dari pandemi Covid-19 yang tak jelas ujungnya hingga urusan politik.

Untuk meredakan kecemasan dan stres, mungkin kita berusaha memotivasi diri dengan pikiran positif. Namun, tidak semua upaya melihat sisi baik kehidupan itu berdampak baik. Tak jarang, kata-kata penyemangat itu malah menjadi toxic positivity

Secara umum, toxic positivity adalah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan perilaku menjaga optimisme, harapan, dan suasana yang baik, meski berada dalam situasi negatif atau stres.

Kalimat seperti, "Semua akan baik-baik saja! atau "Lihat sisi baiknya!" yang disampaikan kepada seseorang yang sedang terpuruk atau tertekan merupakan contohnya.

Toxic positivity justru dapat menimbulkan dampak emosional. Sebab, kita dipaksa untuk tetap cerah di dalam masa-masa yang penuh tekanan tanpa bisa mencurahkan apa yang dirasakan.

Bahkan, toxic positivity dapat merusak persahabatan jika kita tidak membiarkan orang lain hanya mengungkapkan hal-hal positif yang sebenarnya tidak sesuai dengan realitas sosial.

Baca juga: Tips Menghilangkan Pikiran Negatif yang Mengganggu

Maka dari itu, keseimbangan di dalam hidup adalah kuncinya. Kita boleh saja mengekspresikan kepositifan dengan cara yang produktif ketika itu benar-benar penting, tetapi kita juga perlu membiarkan diri untuk mengeluh atau mengeluarkan unek-unek tanpa berlebihan.

Nah, berikut ini ada beberapa cara agar kita dapat menggunakan pikiran yang positif dengan tepat seperti yang dilansir dari Women's Health.

1. Menjadi agen perubahan

Ada kalanya kita merasa jengah dengan orang-orang yang memanipulasi rasa positif di dalam dirinya. Inilah kesempatan kita menjadi agen perubahan untuk mengungkapkan gagasan bahwa tidak semua orang harus memiliki hari-hari yang baik karena itu siklus kehidupan.

Memang, hal ini membutuhkan usaha yang lebih, tapi itu bisa membuat orang-orang jadi lebih kritis dan dapat memahami kondisi mereka.

Baca juga: Penting, Pahamilah Batasan Kecemasan yang Tak Normal

2. Selalu bersyukur

Mulai dan akhiri percakapan dengan hal-hal yang memberi semangat. Ibarat sandwich, sikap positif seperti roti dan segala keluhan merupakan bagian isinya. 

Biasakan diri untuk memulai dan mengakhiri setiap harinya dengan bersyukur. Intinya, mempraktikkan rasa syukur tanpa harus menyingkirkan segala perasaan yang dialami, karena menekan emosi sebenarnya akan membuat kita merasa lebih buruk lagi.

3. Curhat dan meminta nasihat

Keretakan berkembang dalam hubungan ketika kita terus-menerus melampiaskan kemarahan pada orang lain.

Sebaiknya, kita meluapkannya dengan cara yang berbeda, yakni curhat dan meminta nasihat kepada orang yang dituju. Setiap orang pasti akan mendengarkan apa yang kita rasakan ketika mereka dianggap sebagai pendengar yang baik, bukan pelampiasan amarah.

Baca juga: Stres Picu Munculnya Penyakit Kronis, Curhat Jadi Solusi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com