KOMPAS.com - Situasi pandemi Covid-19 membuat banyak orang dilanda emosi negatif. Sebut saja stres, cemas, khawatir, merasa terpuruk, dan semacamnya.
Beberapa orang ada yang mencoba mengatasi perasaan tidak nyaman ini dengan selalu berpikir positif dan menyemangati diri sendiri.
Sebagian orang bahkan sampai menyangkal memiliki perasaan negatif karena beranggapan bahwa mencoba berpikir positif dapat membuat dirinya lebih baik.
Padahal, tidak ada salahnya mengakui emosi negatif tersebut asal tidak larut dan menyerah ke dalamnya.
Selalu merasa positif malah bisa memberikan dampak buruk bagi kesehatan mental. Hal ini dikenal dengan istilah toxic positivity.
Baca juga: Toxic Positivity, Pikiran Positif yang Berakibat Buruk bagi Mental
Psikolog klinis dewasa Alfath Hanifah Megawati mengatakan, toxic dalam positivitas terjadi saat perasaan tidak nyaman tidak diakui.
Ini seolah tidak memberi ruang untuk perasaan lemah, sakit, atau menemui kegagalan. Sebaliknya, pikiran yang tertanam adalah harus selalu positif, benar, dan menang.
Situasi ini membuat seseorang memendam dan menahan perasaan tidak nyaman di alam bawah sadarnya. Lama kelamaan hal itu bisa menghancurkan dirinya.
Padahal sebagai manusia, merasa tidak nyaman, sakit, gagal, lemah adalah hal yang wajar.
"Perlu diingat, kita tidak bisa selalu bahagia dan selalu nyaman dalam hidup," ujar psikolog yang akrab disapa Ega saat dihubungi Kompas.com.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.