Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Efek Berbahaya Makan Berlebih yang Mungkin Belum Kamu Ketahui

Kompas.com - 29/10/2020, 07:59 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

Sumber Healthline

KOMPAS.com - Makanan memang mengundang godaan. Apalagi dengan variasi camilan yang begitu beragam, rasanya menarik jika waktu kerja kita ditemani oleh camilan-camilan tersebut.

Tapi, berhati-hatilah, tidak memerhatikan porsi membuat kita rentan mengalami makan berlebih dan kebiasaan itu dapat memicu kemunculan sejumlah masalah kesehatan.

Jika kamu masih belum dapat membayangkannya, tujuh efek berbahaya dari makan berlebih berikut mungkin cukup membuatmu berpikir ulang untuk makan sembarangan.

1. Meningkatkan lemak tubuh berlebih
Sebelumnya, ketahui dulu bahwa keseimbangan kalori harian kita ditentukan dari jumlah kalori yang kita konsumsi dan berapa banyak kalori yang dibakar.

Jika kita makan lebih dari yang kita keluarkan, maka kondisi itu disebut surplus kalori.

Kalori yang surplus tersebut mungkin disimpan sebagai lemak.

Dengan makan berlebih, seperti dilansir Healthline, kelebihan lemak di tubuh mungkin akan lebih banyak dan membuat seseorang mengalami obesitas.

Untuk mencegah penambahan lemak berlebih, cobalah mengisi tubuh dengan protein tanpa lemak dan sayur-sayuran sebelum makan makanan tinggi karbohidrat dan tinggi lemak.

Mengonsumsi protein secara berlebihan kemungkinan tidak meningkatkan lemak tubuh karena dimetabolisme dengan cara yang berbeda oleh tubuh.

Kalori berlebih dari karbohidrat dan lemak jauh lebih rentan meningkatkan lemak tubuh.

2. Mengganggu regulasi rasa lapar
Ada dua hormon utama yang memengaruhi pengaturan rasa lapar, yakni ghrelin yang merangsang nafsu makan dan leptin yang menekan nafsu makan.

Saat kita tidak makan untuk sementara waktu, ghrelin akan meningkat.

Kemudian, setelah makan, kadar leptin memberi tahu tubuh bahwa perut sudah penuh.

Namun, makan berlebih dapat mengganggu keseimbangan ini.

Makan makanan tinggi lemak, garam, atau gula melepaskan hormon perasaan senang seperti dopamin, yang mengaktifkan pusat kesenangan di otak.

Seiring berjalannya waktu, tubuh mungkin akan mengasosiasikan sensasi kenikmatan ini dengan makanan tertentu, yang cenderung tinggi lemak dan kalori.

Proses ini pada akhirnya dapat mengesampingkan regulasi rasa lapar normal dan mendorong kita makan untuk kesenangan alih-alih untuk mengatasi rasa lapar.

Gangguan hormon ini dapat memicu siklus makan berlebih yang terus-menerus.

Tapi, kita dapat melawan efek ini dengan membagi makanan tertentu yang membuat perasaan kita nyaman dan memakannya lebih lambat agar tubuh dapat merasakan kenyangnya.

Baca juga: Obesitas Tingkatkan Risiko Kondisi Kritis Saat Terinfeksi Covid-19

3. Meningkatkan risiko penyakit
Makan berlebih satu kali saja tidak akan memengaruhi kesehatan jangka panjang.

Namun, makan berlebih kronis dapat menyebabkan obesitas.

Pada akhirnya, kondisi ini secara konsisten terbukti dapat meningkatkan risiko penyakit.

Obesitas didefinisikan dengan indeks massa tubuh (BMI) 30 atau lebih dan merupakan salah satu faktor risiko utama untuk sindrom metabolik.

Kondisi ini meningkatkan peluang seseorang terkena penyakit jantung dan masalah kesehatan lainnya, seperti diabetes dan stroke.

Indikator sindrom metabolik termasuk kadar lemak yang tinggi dalam darah, tekanan darah tinggi, resistensi insulin, dan peradangan.

Resistensi insulin sendiri erat kaitannya dengan makan berlebihan kronis.

Kondisi ini akan berkembang ketika kelebihan gula dalam darah mengurangi kemampuan hormon insulin untuk menyimpan gula darah di sel tubuh kita.

Jika dibiarkan tidak terkontrol, resistensi insulin dapat menyebabkan diabetes tipe 2.

Kita dapat mengurangi risiko kondisi ini dengan menghindari makanan olahan berkalori tinggi, makan banyak sayuran kaya serat, dan mengatur ukuran porsi karbohidrat secara moderat.

4. Mengganggu fungsi otak
Beberapa penelitian mengaitkan perilaku makan berlebih dan obesitas yang berkepanjangan dengan penurunan mental.

Satu penelitian pada orang dewasa yang lebih tua menemukan bahwa kelebihan berat badan berdampak negatif pada memori, dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal.

Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi sejauh mana dan seperti apa mekanisme penurunan mental terkait perilaku makan berlebih dan obesitas.

Mengingat bahwa otak terdiri dari sekitar 60 persen lemak, konsumsi lemak sehat seperti avokad, selai kacang, ikan berlemak, dan minyak zaitun dapat membantu mencegah penurunan mental.

5. Membuat mual
Makan berlebihan secara terus menerus dapat menyebabkan perasaan mual dan gangguan pencernaan yang tidak nyaman.

Perut orang dewasa kira-kira seukuran kepalan tangan dan dapat menampung sekitar 75 ml saat kosong, meskipun dapat mengembang hingga menampung sekitar 950 ml.

Namun, ingatlah bahwa angka-angka tersebut bervariasi pada setiap orang, misalnya dipengaruhi lagi oleh faktor ukuran tubuh dan seberapa rutin seseorang makan.

Saat kita makan besar dan mulai mencapai batas atas kapasitas perut, kita mungkin akan mengalami mual atau gangguan pencernaan.

Dalam kasus yang parah, rasa mual ini dapat memicu muntah, yang merupakan cara tubuh mengurangi tekanan akut pada perut.

Meskipun banyak obat untuk mengatasi kondisi ini yang dijual bebas, pendekatan terbaik adalah mengatur ukuran porsi makan kita dan berusaha makan tidak terburu-buru unttuk mencegah gejala ini sejak awal.

Baca juga: 14 Cara Mengurangi Nafsu Makan Berlebih Agar Tidak Kegemukan

6. Menimbulkan gas berlebih dan kembung
Makan dalam jumlah besar dapat membebani sistem pencernaan, memicu gas dan rasa kembung.

Bahan penghasil gas yang cenderung dimakan secara berlebih adalah makanan pedas dan berlemak, serta minuman berkarbonasi seperti soda.

Kacang-kacangan, sayuran tertentu, dan biji-bijian juga dapat menghasilkan gas, meskipun biasanya tidak dimakan secara berlebih.

Selain itu, makan terlalu terburu-buru juga dapat memicu gas dan kembung karena makanan dalam jumlah besar dengan cepat masuk ke dalam perut.

Kondisi ini dapat dihindari dengan makan perlahan, menunggu makan selesai untuk minum cairan dan mengurangi ukuran porsi makanan yang mengandung gas.

7. Membuat ngantuk
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh fenomena yang disebut hipoglikemia reaktif, di mana gula darah turun segera setelah makan besar.

Gula darah rendah umumnya berkaitan dengan gejala seperti mengantuk, lesu, detak jantung cepat, dan sakit kepala.

Meski tidak sepenuhnya dipahami, penyebabnya diduga terkait dengan produksi insulin berlebih.

Meskipun paling umum pada penderita diabetes yang mengelola terlalu banyak insulin, hipoglikemia reaktif juga dapat terjadi pada beberapa individu sebagai akibat dari makan berlebih.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Healthline
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com