Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Besar soal "Virus Toleransi" dari Tempat Kecil di Pangandaran

Kompas.com - 31/10/2020, 12:06 WIB
Reni Susanti,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Di sisi lain, meski sebagian siswa pulang ke daerahnya, sekolah harus tetap beroperasi.

Akhirnya Ai bersama warga serta relawan mengandalkan kekuatan publik dengan menggelar program Jumat berbagi.

“Saya pinjam juga ke bank Rp 25 juta, karena gak ada pilihan lain. Di awal pandemi, gaji guru pun mengalami penyesuaian."

"Alhamdulillah-nya, tidak ada yang dihentikan, malah nambah satu guru,” tutur Ai.

Setelah adaptasi kebiasaan baru (AKB) diberlakukan, sekolah pun mulai kembali normal. Bedanya, model sekolah berubah seiring dengan aturan otoritas terkait.

SMK berada di bawah Dirjen Vokasi, di mana siswa kelas 12 selama tiga bulan wajib presensi dan tiga bulan wajib menjalani proyek.

Untuk itu, saat ini sejumlah siswa tengah mendampingi 30 pelaku UMKM di Pangandaran yang terdampak pandemi corona.

Ada perajin bambu, tanaman hias, pembuat opak, dan lainnya. Targetnya, 30 UMKM tersebut nantinya akan dibuatkan marketplace demi memperluas pasar, dan meningkatkan volume penjualan.

“Sekarang baru sampai tahap pembuatan Instagram dan akun media sosial lainnya,” ucap Ai.

Lalu, ada pula tiga siswa yang dikirim ke Jakarta untuk mempelajari open source, sistem operasi, data, dan lainnya, guna menunjang cita-cita tersebut.

Saat ini, SMK Bakti Karya tengah bekerja sama dengan sebuah perusahaan untuk pengembangan komputer hemat daya.

Kabar terakhir, produk tersebut sudah tercipta.  “Pebandingannya 1:10. Jadi untuk siswa yang berasal dari daerah yang listrik di daerahnya cuma malam saja, bisa sangat membantu."

"Mereka tetap bisa berkarya di mana pun berada,” ungkap Ai.

Kampung Nusantara

Dengan segala pencapaian itu, keberadaan sekolah multikultural dan para siswanya kian memberi warna tersendiri bagi Pangandaran.

Mereka berbaur dan hidup berdampingan, hingga menginspirasi Ai dan warga untuk mendirikan Kampung Nusantara.

Di kampung tersebut, warga menjadikan rumahnya untuk layanan homestay. Siapa pun yang bertamu ke sekolah bisa menginap di sana dengan biaya seikhlasnya.

Uniknya, homestay itu dihias sedemikian rupa. Ada mural yang menggambarkan Bhinneka Tunggal Ika, hingga beberapa gazebo yang dibuat seperti miniatur rumah adat suku-suku di Indonesia.

Pendapatan dari layanan homestay ini menjadi hak pemilik rumah dan dibagi ke dalam kas RT.

Hasilnya, warga setempat pun menjadi kian terbuka terhadap etnis lain.

“Dulu, ada beberapa warga yang berpandangan negatif terhadap etnis tertentu. Setelah kenal, mereka malah menyukainya."

"Ini juga pembelajaran kelas multikultural, mengenal budaya lain langsung dari orangnya,” kata Ai.

Belum lama ini, Bupati Pangandaran menjadikan Kampung Nusantara sebagai salah satu ikon Pangandaran untuk wisata interaksi budaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com