Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
drg. Citra Kusumasari, SpKG (K), Ph.D
dokter gigi

Menyelesaikan Program Doktoral di bidang Kariologi dan Kedokteran Gigi Operatif (Cariology and Operative Dentistry), Tokyo Medical and Dental University, Jepang.

Sebelumnya, menempuh Pendidikan Spesialis Konservasi Gigi di Universitas Indonesia, Jakarta dan Pendidikan Dokter Gigi di Universitas Padjadjaran, Bandung.

Berpraktik di berbagai rumah sakit dan klinik di Jakarta. Ilmu karies, estetik kedokteran gigi, dan perawatan syaraf gigi adalah keahliannya.

Pajak Makanan dan Minuman Bergula Sebagai Pencegahan Gigi Berlubang

Kompas.com - 05/11/2020, 15:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada tahun 2017, Thailand menerapkan sistem pajak campuran, yaitu pajak dihitung dari harga eceran yang disarankan dan pajak spesifik yang berasal dari kadar gula yang terkandung di dalam makanan dan minuman tersebut.

Misalnya kadar gula lebih dari 14 gram per 100 ml menyebabkan pajak menjadi tinggi, kadar gula 8-14 gram per 100 ml masuk kategori pajak sedang, dan kadar gula 6-8 gram per 100 ml masuk kategori pajak rendah. Sedangkan kadar gula kurang dari 6 gram per 100 ml tidak dikenakan pajak sama sekali.

Baca juga: Bukan Hanya Makanan Manis yang Picu Anak Muda Kena Diabetes

Setelah diterapkan, pajak ini akan naik setiap 2 tahun sampai dengan tahun 2023. Makanan dan minuman yang mengandung gula yang dikenakan pajak antara lain, produk kemasan dan siap minum seperti minuman ringan berkarbonasi dengan tambahan gula, jus buah dan sayur, kopi, teh, minuman energi dan konsentrat minuman untuk vending machine.

Dengan kebijakan pajak tersebut, diharapkan konsumsi gula di Thailand akan berkurang, yang akhirnya mengarah kepada penurunan prevalensi obesitas, diabetes melitus tipe-2 dan kerusakan gigi.

Namun demikian, pajak tersebut tidak berlaku untuk minuman yang tidak tersedia dalam kemasan atau tidak siap minum seperti minuman herbal, teh dan kopi di kedai kopi dan pedagang kaki lima.

Selain makanan penutup dan makanan ringan Thailand, minuman manis dari kedai kopi dan pedagang kaki lima merupakan sumber tambahan gula yang umum dikonsumsi oleh penduduk Thailand.

Baca juga: 6 Pemanis Pengganti Gula bagi Penderita Diabetes

Gigi berlubang berkaitan dengan gula

Beberapa studi menunjukkan bahwa penurunan insidensi gigi berlubang, gigi hilang dan gigi yang ditambal, berhubungan langsung dengan penerapan pajak pada makanan dan minuman yang mengandung gula.

Sebuah penelitian di Taiwan menyebutkan bahwa anak-anak yang mengalami gigi berlubang parah disebabkan oleh kebiasaan makan dan minum minuman yang mengandung gula. Begitu pula di Jepang, penelitian menyebutkan anak usia 6 sampai 7 tahun memiliki kebiasaan mengonsumsi minuman mengandung gula minimal dua kali sehari, sehingga mengakibatkan peningkatan insidensi gigi berlubang sebesar 22 persen.

Sebuah studi kasus di Polandia melaporkan bahwa mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula dapat menurunkan prevalensi gigi berlubang.

Baca juga: 3 Kebiasaan Orangtua yang Tularkan Gigi Berlubang pada Anak

Dari beberapa penelitian mengenai hubungan konsumsi gula dan gigi berlubang, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsumsi gula berhubungan erat dengan tingkat karies berdasarkan penelitian di Amerika Serikat.

2. Konsumsi gula dihubungkan dengan faktor sosio-ekonomi, termasuk ketersediaan produk dan kebiasaan makan dan minum di rumah.

3. Anak-anak harus dibiasakan untuk mengurangi konsumsi gula sejak dini.

4. Dokter gigi harus mencatat konsumsi gula pada pasien anak-anak dan memberikan perhatian penting pada masalah ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com