Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Balita Sering Memukul Ketika Marah, Ini yang Harus Dilakukan Orangtua

Kompas.com - 17/11/2020, 09:18 WIB
Maria Adeline Tiara Putri,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber Moms.com

KOMPAS.com - Saat balita sedang marah, mereka cenderung tidak mengetahui cara yang tepat untuk menyalurkan emosinya. Mereka juga belum bisa berbahasa secara lisan.

Kebanyakan balita akan mengekspresikan kemarahannya dengan cara berteriak, mengamuk, dan bahkan melakukan tindak kekerasan seperti memukul dan menjambak, ketika ia merasa ada orang yang mengganggu ruang pribadinya.

Sikap agresif tersebut tentu membuat orangtua khawatir jika anaknya memiliki kebiasaan menyakiti orang lain.

Menurut psikolog anak, ada banyak alasan yang membuat balita melakukan kekerasan saat mengekspresikan kemarahan. 

Baca juga: Hindari Ini Saat Balita Sedang Tantrums

Psikolog Nanette Burton Mongelluzzo, Ph.D dalam artikel di PsychCentral mengatakan, tak jarang balita meniru kemarahan, kekerasan, dan tindakan agresi lain di sekitar mereka.

Pada gilirannya mereka akan mulai melakukan tindakan agresi karena meniru apa yang diamatinya.

Terlepas dari alasan di balik tindak kekerasan yang dilakukan balita, penting bagi orangtua untuk menangani situasi tersebut dengan benar. Sebab kalau tidak dapat berisiko mengalami eskalasi.

Konselor Sara Bean memberikan beberapa saran. Sebagai permulaan, orangtua harus menghindari menanggapi amarah balita dengan amarah.

Orangtua tidak boleh mengancam, berteriak, atau mengatakan hal-hal yang jahat kepada balita meskipun perasaaannya mungkin disakiti.

Apabila orangtua balas menyakiti, hal itu menunjukkan kepada balita bahwa orangtua tidak memegang kendali dan memperkuat gagasan agresi adalah jawaban untuk kemarahan.

Baca juga: Balita Suka Menjerit Tanpa Alasan? Ini Tips untuk Mengatasinya

Orangtua sebaiknya tetap tenang dan memberikan tanggapan verbal yang singkat dan langsung.

Ilustrasi pola asuh orangtua di Jepang.iSTOCK/RichVintage Ilustrasi pola asuh orangtua di Jepang.

Ucapkan kata-kata seperti, "Maaf kalau kamu merasa marah, tetapi kami tidak memukul di rumah ini," atau "jangan memukul kakak, sakit."

Bisa juga, "Tidak apa-apa untuk merasa marah, tetapi tidak baik menyakiti orang lain."

Jika orangtua tidak bisa merespons dengan tenang dan mengeluarkan kata-kata yang positif, pertimbangkan untuk menjauh sejenak.

Cara konstruktif melampiaskan marah

Orangtua juga harus mengarahkan anak ke cara yang lebih konstruktif untuk menangani emosi mereka.  

Bahkan, orangtua dapat menyediakan perlengkapan atau membuat daftar aktivitas yang menenangkan yang dapat digunakan anak pada saat marah. Misalnya duduk tenang di sofa atau memukul mainan drum.

Baca juga: Tumbuh Gigi Bikin Anak Rewel, Atasi dengan 6 Langkah Ini

Hindari juga mencoba memberikan penalaran kepada balita saat merasa emosi. Jangan juga memberikan konsekuensi yang tidak sejalan dengan aturan disiplin di keluarga.

Perlu diingat, banyak balita melalui tahap memukul ketika marah dan mencapai puncaknya sekira usia 2 tahun.

Balita tumbuh dari tahap ini seiring berjalannya waktu. Orangtua perlu mengajari mereka dengan cara yang tepat untuk menghadapi amarah dan emosi kuat lainnya.

Dengan tetap tenang dan memahami alasan di balik kemarahan balita, orangtua dapat mengatasinya dan menjalani tahap ini bersama-sama.

Namun, jika balita tampaknya memiliki ledakan amarah yang tampak ekstrem untuk usianya, orangtua bisa berkonsultasi dengan dokter anak dan menanyakan apakah perlu rujukan ke psikolog anak.

Baca juga: 5 Dampak Negatif Media Sosial terhadap Remaja, Orangtua Perlu Tahu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Moms.com
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com