Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Olahraga di Luar Ruangan Picu Sejumlah Penyakit, Kok Bisa?

Kompas.com - 18/11/2020, 09:50 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Berolahraga di ruang terbuka memberikan banyak manfaat bagi kesehatan, tidak hanya fisik tetapi juga mental.

Salah satunya adalah membuat pikiran lebih segar dan positif karena kontak dengan alam.

Selain itu, berada di luar ruangan ternyata juga bisa membuat kita lebih mampu melakukan olahraga yang lebih berat, lho.

Ada beberapa jenis olahraga yang bisa dilakukan di luar ruangan, mulai dari lari, bersepeda, hingga aktivitas olahraga secara berkelompok.

Sayangnya, olahraga luar ruangan tidak selalu baik.

Alih-alih sehat, aktivitas tersebut justru bisa memicu penyakit, namun jik kita berolahraga di kota dengan udara yang berpolusi tinggi.

Perusahaan aplikasi kualitas udara lokal, Nafas, merilis data risiko kesehatan saat olahraga outdoor pukul 04.00 - 09.00 WIB berdasarkan  (PM 2,5) dunia.

Berdasarkan temuan, didapatkan adanya banyak lokasi di area Jabodetabek yang sering kali memiliki tingkat PM2.5 yang telah melebihi 100 ug/m3 (ambang batas aman).

Temuan juga mengungkapkan bahwa rekomendasi olahraga luar ruangan di beberapa area di Jabodetabek tidak boleh lebih dari 30 menit.

Olahraga yang dilakukan melebihi durasi tersebut dikhawatirkan malah akan menimbulkan sejumlah penyakit, khususnya penyakit pernapasan.

Berdasarkan studi dari University of Cambridge yang berjudul “Dapatkah polusi udara menghapus manfaat kesehatan dari bersepeda dan berjalan kaki?”, semakin tinggi tingkat PM2.5 (melebihi 100), maka semakin singkat waktu olahraga yang disarankan.

"Tentu ini menyoroti pentingnya mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk olahraga yang aman. Jangan sampai risiko kesehatan dari polusi udara ternyata melebihi manfaat berolahraga."

Demikian diungkapkan Co-founder & Chief Growth Officer Nafas, Piotr Jakubowski dalam paparannya, Selasa (17/11/2020).

Berdasarkan lima wilayah yang dipantau selama 30 hari pada bulan Agustus 2020, yakni DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Bekasi, kota dengan pembacaan PM2,5 rata-rata terendah adalah Bogor dan Jakarta Pusat.

Sementara dua daerah yang paling memprihatinkan adalah Tangerang Selatan dan Bekasi, dengan kualitas udara 5 hari tidak layak untuk berjalan di luar selama lebih dari 30 menit

Sampel diambil dari 46 sensor kualitas udara di wilayah Jabodetabek pada eksposur selama olahraga pagi, yakni pukul 05.00 - 09.00 WIB.

Dari pengamatan yang sama, Nafas juga melihat waktu terbaik untuk melakukan olahraga berdasarkan data per jamnya untuk setiap wilayah kota.

Rata-rata, kualitas udara terburuk adalah antara pukul 02.00 hingga 09.00, yang mana mulai membaik dan terus membaik sepanjang hari hingga sekitar pukul 17.00.

Temuan lainnya, rata-rata kualitas udara pada Jumat pagi di sebagian besar lokasi di Jabodetabek lebih baik dari hari-hari lainnya.

Sedangkan hari dengan kualitas udara terburuk adalah Minggu, Selasa dan Rabu, namun bergantung pada lokasinya.

Di wilayah Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta Selatan, dan Bogor, Minggu menjadi hari dengan polusi tertinggi.

Baca juga: Olahraga di Daerah Polusi, Bagaimana Dampaknya Bagi Kesehatan?

Asma hingga kanker paru
Sekretaris Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Erlang Samoedro, Sp.P menjelaskan, partikel PM2.5 memiliki ukuran yang sangat kecil dan mengibaratkannya lebih kecil dari potongan helai rambut.

Karena ukurannya sangat kecil, penetrasi PM2.5 ke dalam saluran napas bisa terjadi hingga ke alveola atau ujung paru-paru.

Meskipun tubuh memiliki mekanisme untuk mengeluarkan partikel debu tersebut, namun jika terlalu banyak jumlahnya menjadi tidak akan sebanding dengan udara masuk.

Kondisi ini dapat menyebabkan penumpukan dan peradangan lokal di paru-paru.

Orang-orang yang memiliki penyakit pernapasan pun bisa mengalami kekambuhan.

"Karena sangat kecil, setelah masuk ke paru-paru bisa berdifusi masuk ke pembuluh darah dan dapat beredar ke seluruh tubuh lalu menimbulkan serangan-serangan yang berkaitan dengan pembuluh darah, seperti serangan jantung dan stroke," ungkapnya.

Tak hanya itu, paparan PM2.5 berlebih juga bisa berdampak buruk pada ibu hamil.

Sebab, penetrasi partikelnya ke dalam pembuluh darah juga bisa mengenai janin.

"Lalu jangka panjang bisa menyebabkan kanker paru-paru karena peradangan di paru," tambahnya.

Lalu, mengapa berolahraga di luar ruangan bisa membuat kita lebih terdampak?

Erlang menjelaskan, seseorang yang berolahraga menghirup udara jauh lebih banyak dari orang yang beraktivitas biasa.

Kondisi itu menyebabkan debu dengan PM2.5 yang terpapar ke paru-paru cenderung lebih banyak.

Untuk orang-orang yang beraktivitas di area dengan polusi udara tinggi, disarankan menggunaan masker jenis apapun untuk mengurangi paparan debu masuk ke paru-paru.

Sayangnya, hal ini sulit diberlakukan bagi orang-orang yang berolahraga karena dapat menurunkan performa olahraga.

"Pasti akan menurunkan performance karena oksigen yang masuk akan lebih kecil," kata dia.

Bagi daerah-daerah lainnya yang sudah memiliki udara bersih, berolahraga di luar ruangan tentu akan memberi banyak manfaat.

Kondisi ini juga sebaiknya tidak dijadikan alasan untuk tidak berolahraga.

Bagu warga Jabodetabek, bukan berarti olahraga di luar ruangan sama sekali tidak bisa dilakukan.

Piotr menyebutkan, setidaknya ada tiga tindakan pencegahan yang dapat diterapkan, yakni:

  • Memeriksa kualitas udara di tempat tujuan olahraga, salah satunya menggunakan aplikasi Nafas.
  • Perhatikan pengukuran PM2.5 di atas 100 pada area-area tujuan olahraga, dan
  • Revisi kembali rencana olahragamu. Misalnya, dengan memperpendek durasi olahraga jika lokasinya sangat berpolusi, pindah lokasi olahraga atau memilih olahraga dalam ruangan.

Baca juga: Jangan Remehkan Pengaruh Polusi pada Kesehatan Mental

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com