Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/12/2020, 08:53 WIB
Dian Reinis Kumampung,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber NY Times

KOMPAS.com - Para penderita Covid-19 harus menjalani isolasi, entah itu isolasi mandiri di rumah atau di rumah sakit, sesaat setelah terbukti mengidap virus tersebut.

Alasannya -tentu saja, adalah agar risiko penularan dari mereka yang terinfeksi dapat ditekan dengan tidak berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. 

Penelitian mengungkapkan, virus corona menjadi paling menular sekitar dua hari sebelum gejala dimulai, dan lima hari setelah menunjukkan gejala.

Penelitian lain menyebutkan, beberapa pasien yang sakit parah atau memiliki gangguan sistem kekebalan dapat menularkan virus tersebut selama 20 hari.

Baca juga: Isolasi Sosial Berdampak Buruk Bagi Kesehatan, Ini Cara Mengatasinya

Sementara, analisis terbaru menyebut, dalam kasus ringan beberapa pasien mungkin menularkan virus hidup selama sekitar satu minggu saja.

Sederet kesimpulan itu tentu menimbulkan kebingungan, bukan?

Lalu, haruskah waktu isolasi menjadi dipersingkat? Atau justru harus diperpanjang dengan berbagai risikonya bagi kehidupan sosial.

Rekomendasi pengurangan tempo isolasi

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat merekomendasikan agar orang yang terinfeksi mengisolasi diri minimal 10 hari sejak mengetahui diri mengidap Covid-19.

Namun, saat ini sebuah diskusi resmi sedang berlangsung terkait pertimbangan untuk memperpendek periode isolasi tersebut.

Hasil diskusi ini akan mengeluarkan rekomendasi baru, yang mungkin akan diumumkan paling cepat pekan depan. 

Sebelumnya, pada bulan September 2020, Perancis menghentikan masa isolasi yang diwajibkan menjadi tujuh hari dari 14 hari.

Kemudian, Jerman sedang mempertimbangkan untuk mempersingkat masa isolasi menjadi lima hari.

Baca juga: 5 Tips Cegah Tertular Covid-19 dari Keluarga yang Isolasi di Rumah

Masa isolasi ini mengacu pada orang yang sakit, dan karantina mengacu pada orang yang telah terpapar virus, dan berpotensi menjadi sakit.

“Menetapkan periode isolasi pada lima hari kemungkinan akan jauh lebih cocok dan dapat mendorong lebih banyak orang yang terinfeksi untuk mematuhinya.”

Begitu kata Dr. Muge Cevik, pakar penyakit menular di Universitas St Andrews, Skotlandia, selaku pemimpin dalam analisis ini, seperti dikabarkan dalam jurnal the Lancet Microbe.

Sementara itu, sebuah survei baru-baru ini di Inggris menunjukkan, hanya 1:5 orang yang dapat mengisolasi diri selama 10 hari setelah mengalami gejala.

“Bahkan seandainya kami melakukan lebih banyak pengujian, kami makin tidak dapat memastikan orang-orang bakal mengisolasi diri."

"Saya rasa, kami menjadi makin tidak dapat mengendalikan penyebarannya,” kata Dr. Cevik.

Di Amerika Serikat, banyak orang tidak dites untuk infeksi sampai 1-2 hari setelah mereka mulai merasa sakit.

Dengan penundaan seperti ini, banyak yang menerima hasil 2-3 hari kemudian, menjelang akhir periode penularan.

“Bahkan jika mendapatkan PCR, melakukan tes tepat pada hari pertama merasakan gejala, pada saat mendapatkan hasilnya, 90 persen masa isolasi sebenarnya sudah selesai.”

Begitu penjelasan Dr. Michael Mina, ahli virus di Harvard T.H. Sekolah Kesehatan Masyarakat.

"Meta-analisis ini menunjukkan seberapa pendek jendela transmisi seseorang,” imbuh dia.

Dari sana, Dr. Cevik dan rekan-rekannya mulai menganalisis apa yang disebut kinetika virus corona selama infeksi.

Baca juga: Pangeran Charles Curhat, Sedih Jalani Isolasi Tanpa Ayah dan Cucu

Mereka lalu membandingkan patogen dengan virus SARS dan MERS yang terkait erat.

Halaman:
Sumber NY Times
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com