KOMPAS.com - Pandemi membuat kita perlu mengendalikan pengeluaran sebaik mungkin. Tapi di satu sisi menjelang akhir tahun biasanya banyak promo, diskon, dan penawaran menarik lainnya yang menggoda sehingga minat belanja menjadi tinggi.
Walau kita tak pergi ke mal, namun tawaran diskon besar dari market place dan toko online rasanya sayang untuk dilewatkan.
“Belanja online dirancang untuk membuat kegiatan belanja semudah mungkin. Selain itu, sangat sedikit hambatan untuk membeli barang," ujar psikolog klinis Dr Emma Hepburn kepada Independent.
"Hal ini mendorong banyak orang untuk membeli barang secara impulsif tanpa benar-benar memikirkannya," tambah dia.
Hepburn mengatakan, saat memasukkan barang ke keranjang belanja, checkout, dan kemudian menerimanya, ada makna tersirat yang memicu sistem penghargaan otak.
Baca juga: Nonton Fashion Show Sambil Belanja, Cara Baru Menikmati Tren Mode
Hal ini memberikan perasaan senang yang membuat seseorang merasa nyaman. Tak sedikit yang kemudian ketagihan belanja online.
Bila tidak dikendalikan, tentunya akan memicu pemborosan pengeluaran. Terlebih kadang barang yang dibeli sebenarnya tidak dibutuhkan.
"Belanja online bisa menjadi hiburan tersendiri dalam jangka pendek karena harus berada di rumah saja. Tapi dalam jangka panjang, orang mungkin merasa khawatir dengan kondisi keuangannya," jelas Hepburn.
Belum lagi di situs e-commerce terkadang ada fitur 'beli sekarang, bayar nanti' atau dikenal dengan istilah 'paylater'.
Banyak juga pengguna yang memanfaatkan fitur tersebut ketika melihat suatu barang dan ingin membelinya tapi tidak punya cukup uang. Padahal, pilihan itu malah memperbesar jumlah cicilan yang harus dibayarkan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.