Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/12/2020, 17:46 WIB
Gading Perkasa,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Meski pun sebagian besar orang yang terinfeksi Covid-19 dan tidak menunjukkan gejala bisa dirawat di rumah, namun para tenaga medis di dunia berlomba menemukan obat untuk mengobati penyakit ini.

Pada pasien dengan penyakit penyerta, infeksi Covid-19 bisa berakibat fatal. Itu sebabnya ratusan penelitian di berbagai negara dilakukan untuk memastikan apakah pengobatan yang efektif mengatasi Covid-19.

Namun, hingga kini belum ada obat yang benar-benar efektif dalam menangani virus tersebut.

"Seiring waktu, semua dokter belajar banyak tentang penyakit ini, dan kemampuan kita merawat pasien menjadi lebih baik dibanding awal pandemi," kata dokter paru dan perawatan kritis Lokesh Venkateshaiah, MD.

Baca juga: UPDATE 7 Desember: Ada 84.481 Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia

Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan yang pernah dicoba untuk mengatasi virus corona baru.

1. Remdesivir

Remdesivir, obat pertama yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) sebagai pengobatan untuk Covid-19 masih dipertanyakan keampuhannya.

Ini adalah obat antivirus yang diberikan melalui infus kepada pasien berusia di atas 12 tahun yang dirawat di rumah sakit karena masalah pernapasan terkait Covid-19.

Remdesivir sering diberikan bersamaan dengan steroid deksametason.

"Pasien rawat inap yang memiliki tingkat saturasi oksigen kurang dari 93 persen atau kebutuhan oksigen tambahan baru adalah mereka yang paling diuntungkan dari pengobatan ini," kata Venkateshaiah.

Pada studi awal, pasien Covid-19 yang memenuhi kriteria dan mendapat remdesivir memiliki waktu rawat inap lebih singkat di rumah sakit, dan ada anggapan obat itu memperkecil kematian. Namun, studi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menunjukkan hasil yang luar biasa.

Baca juga: Satgas: Penyediaan Jutaan Obat Covid-19 di Tanah Air Berjalan Lancar

2. Deksametason (kortikosteroid)

Sebagian kasus Covid-19 disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang bereaksi berlebihan terhadap virus corona, sehingga menyerang jaringan dan sel yang sehat.

Hal itu dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan pada paru-paru serta organ lainnya.

Tim Pemburu Covid-19 akan menelusuri warga yang kontak erat dengan pasien Covid-19 berdasarkan laporan warga dan data Covid-19.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Tim Pemburu Covid-19 akan menelusuri warga yang kontak erat dengan pasien Covid-19 berdasarkan laporan warga dan data Covid-19.

Para dokter menggunakan obat yang disebut kortikosteroid (termasuk deksametason) untuk membantu meredakan respon tubuh yang berlebihan.

Deksametason adalah obat-obatan yang sudah ada sejak lama. Penggunaan deksametason untuk mengobati Covid-19 berawal dari keberhasilan uji coba yang dilakukan para peneliti di Inggris.

Deksametason dikonsumsi langsung ke mulut atau diberikan melalui infus kepada pasien, biasanya juga disertai remdesivir.

Sebagian dokter menyebut ada penurunan angka kematian pada pasien yang diberikan obat ini. Namun, Venkateshaiah menyebut, dosis deksametason harus diperhatikan karena jika berlebihan bisa meningkatkan risiko infeksi bakteri atau jamur.

Baca juga: Konsorsium Riset Covid-19 Tegaskan, Belum Ada Obat Covid-19 di Dunia

3. Terapi plasma konvalesen

Terapi plasma konvalesen adalah "meminjam" antibodi (protein yang dibuat sistem kekebalan untuk melawan infeksi) dari seseorang yang sembuh dari virus dan memberikannya kepada mereka yang terinfeksi Covid-19.

Terapi ini sudah diterapkan untuk banyak penyakit berbeda selama satu abad terakhir.

"Pasien yang sembuh dari infeksi mungkin punya respon antibodi terhadap infeksi dengan cara lebih baik," ucap Venkateshaiah.

Namun, belum diketahui apakah terapi itu efektif membantu orang untuk pulih atau tidak. Beberapa uji klinis kecil dilakukan, hanya saja terdapat kekurangan data yang dapat diandalkan dari uji coba terkontrol secara acak untuk membuktikan tingkat keefektifan terapi tersebut.

Baca juga: Mungkinkah Tertular Covid-19 Tanpa Demam? Ini Kata Dokter

4. Antibodi monoklonal

Pengobatan Covid-19 terbaru yang diberikan otorisasi penggunaan darurat FDA berbeda dari ketiga jenis cara yang sudah disebutkan di atas.

Pasien diberikan infus IV atau injeksi intravena (metode pemberian obat langsung ke pembuluh vena) agar seseorang dengan virus corona tidak perlu dirawat di rumah sakit.

Antibodi monoklonal menggunakan protein buatan laboratorium yang meniru antibodi untuk mengurangi jumlah virus corona di dalam tubuh seseorang sebelum mencapai tingkat parah dan membawanya ke rumah sakit.

Antibodi monoklonal disetujui untuk pasien yang menderita Covid-19 dan berisiko mengalami komplikasi, seperti orang berusia di atas 65 tahun dan orang dengan penyakit bawaan seperti diabetes, ginjal kronis, dan obesitas.

"Dalam studi ditemukan, dengan penggunaan awal obat ini, ada sedikit pasien yang mampu menghindari perburukan. Risiko rawat inap lebih rendah dibanding dengan yang tidak diberi obat ini," kata Venkateshaiah.

Baca juga: Jangan Turunkan Masker ke Dagu dan Leher, Ini Akibatnya

Berbagai uji klinis sedang berlangsung. Lalu, apakah akan ada pengobatan virus corona yang lebih efektif nantinya?

Venkateshaiah mengatakan sepertinya dalam waktu dekat belum ada obat baru yang disetujui. 

Sebaliknya, ia menambahkan, pencegahan adalah bentuk pengobatan terbaik. Pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengakhiri pandemi berfokus pada tindakan pencegahan seperti menjaga jarak fisik, memakai masker, dan vaksin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com