Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/12/2020, 08:52 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

Ini juga bisa saja terjadi ketika rekan kerja berganti posisi atau menerima promosi.

Baca juga: Kenali Alasan Kamu Jadi Korban Ghosting, Ditinggal Pas Sayang-sayangnya

Dampak psikologis ghosting
Menurut Psychology Today, dalam budaya kencan saat ini, sekitar 50 persen pria dan wanita menjadi korban ghosting, dan angkanya hampir sama untuk orang yang melakukan ghosting.

Meski fenomena ini umum terjadi, namun ghosting bisa memberi dampak emosional yang menghancurkan, terutama bagi orang-orang yang memiliki harga diri yang rapuh.

Mengapa menjadi korban ghosting terasa begitu tidak nyaman?

Sebuah penolakan sosial dapat mengaktifkan jalur rasa sakit yang sama di otak, seperti bagaimana otak memunculkan rasa sakit fisik.

Faktanya, kita dapat mengurangi rasa sakit emosional karena penolakan dengan obat penghilang rasa sakit seperti Tylenol.

Namun, selain hubungan biologis antara penolakan dan rasa sakit, ada beberapa dampak lainnya yang berkontribusi terhadap tekanan psikologis.

Banyak orang merasa tidak mendapatkan petunjuk tentang bagaimana harus bereaksi ketika mengalaminya dan menimbulkan skenario akhir yang ambigu.

"Apakah kita harus khawatir? Apakah ada hal buruk yang menimpanya? Haruskah kita marah? Apakah mereka sangat sibuk saat ini dan akan menghubungi di waktu lain?"

Itu hanyalah segelintir pertanyaan yang mungkin muncul di pikiran kita ketika seseorang melakukan ghosting terhadap kita.

Kita cenderung tidak tahu bagaimana harus bereaksi karena kita tidak benar-benar tahu apa yang terjadi.

Tetap terhubung dengan orang lain sangat penting untuk kelangsungan hidup kita.

Oleh karena itu, otak kita berevolusi memiliki sistem pemantauan sosial yang memindai lingkungan untuk mencari isyarat sehingga kita tahu bagaimana menanggapi sebuah situasi sosial.

Isyarat sosial memungkinkan kita untuk mengatur perilaku kita sendiri agar sesuai, tetapi ghosting menghalangi kita dari isyarat-isyarat biasa ini dan dapat menciptakan perasaan disregulasi emosional yang membuat kita merasa tidak terkendali.

Salah satu aspek ghosting yang paling berbahaya adalah bahwa hal itu tidak hanya menyebabkan kita mempertanyakan validitas hubungan yang kita miliki, tetapi juga menyebabkan kita mempertanyakan diri sendiri.

"Mengapa aku tidak bisa memperkirakan hal ini datang? Bagaimana bisa aku sangat buruk dalam menilai karakter orang? Apa yang aku lakukan sehingga ini terjadi? Bagaimana cara melindungi diri sehingga ini tidak akan terjadi lagi?"

Mempertanyakan diri sendiri adalah sistem psikologis dasar yang ada dalam diri seseorang untuk memantau status sosialnya dan menyampaikan kembali informasi itu melalui harga diri dan kepercayaan diri.

Ketika penolakan terjadi, kita bisa merasa harga diri kita turun, yang menurut para psikolog sosial dapat menjadi sinyal bahwa rasa memiliki kita rendah.

Jika terlalu sering di-ghosting atau jika harga diri kita sudah rendah, kita akan cenderung lebih sakit ketika mengalami penolakan dan mungkin kita perlu waktu lebih lama untuk meredakan rasa sakitnya.

Sebab, seseorang dengan harga diri rendah memiliki lebih sedikit opioid (penghilang rasa sakit) alami yang dilepaskan ke otak setelah mengalami penolakan dibandingkan dengan orang-orang yang harga dirinya lebih tinggi.

Ghosting adalah langkah akhir dari sebuah silent treatment, taktik yang sering dipandang oleh para profesional kesehatan mental sebagai bentuk kekejaman emosional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com