Demi menguasai penjualan online, Christian mendadak mengikuti banyak webinar. Ia pun sempat dibuat gentar, karena peserta lain usianya jauh di bawah dia.
Christian lalu berpikir produk apa yang harus dibuat agar bisa bertahan di era pandemi. Salah satu kawannya mengusulkan masker.
“Dulu saya sempat nolak. Ada rasa tengsin gitu, karena keidealisan saya,” tutur dia.
Christian mengaku merasa bisnis masker tidak ada cuan-nya. Kalau pun ada, keuntungannya tipis, dan dia enggan hanya mengejar kuantitas.
Meski begitu, Christian akhirnya luluh dan mencoba memproduksi masker berbahan kaus.
Namun, sayangnya produk tersebut tidak laku. Bahkan, ditawarkan ke orang yang kenal pun jarang terbeli.
Baru pada suatu ketika, Christian diajak berkolaborasi dengan pengusaha kaus kaki. Masker yang diproduksinya akan dibagikan gratis oleh pengusaha tersebut.
Di luar dugaan, ternyata masker tersebut banyak diminati. Hingga akhirnya ia meminta izin untuk ikut memasarkan.
Demi standar kesehatan, Christian menggunakan material tiga lapis kain dengan tali panjang untuk mengikat masker ke belakang kepala.
Ada yang dicantolkan ke telinga atau pun masker untuk orang berhijab.
Pada bagian hidung --untuk membuat pengguna nyaman, ada sebagian masker yang dilengkapi semacam plat logam lunak agar tidak mudah bergeser saat dikenakan.
Kini, kini beragam koleksi masker tersebut dijual seharga Rp 49.000-59.000.
Seiring berjalannya waktu dan masa pandemi yang tak kunjung usai, produk masker ternyata mampu menyelamatkan perusahaanya, dan bisa bertahan di masa pandemi.
Baca juga: Material Terbaik untuk Masker Kain
Sekarang, sudah ada empat brand masker yang diproduksi oleh Christian, dengan kapasitas produksi 1.400 per hari.