Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/12/2020, 17:08 WIB
Maria Adeline Tiara Putri,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Sumber LiveStrong

KOMPAS.com – Segala sesuatu yang dilakukan berlebihan tentu dampaknya tidak akan baik, termasuk berolahraga. Bukannya sehat, olahraga berlebihan malah bisa mendatangkan sejumlah masalah.

Tubuh dapat merespons negatif terhadap olahraga yang dilakukan secara berlebihan atau terlalu keras. Kondisi ini dikenal dengan istilah sindrom overtraining.

Sindrom overtraining dapat muncul melalui berbagai gejala, baik fisik maupun psikologis.

Tapi perlu diingat, definisi olahraga berlebihan pada masing-masing orang berbeda, tergantung dari kapasitas atau kemampuan masing-masing.

Di sisi lain, sindrom overtraining dapat menyerang siapa saja yang berolahraga dengan volume (durasi) tinggi tanpa istirahat yang cukup.

Menurut Rady Children's Hospital-San Diego, tanda utama olahraga berlebihan dapat dilihat dari penurunan kinerja fisik.

Pada jantung, olahraga berlebihan dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung bahkan saat tubuh sedang dalam kondisi istirahat.

Selain itu, bisa terjadi penurunan berat badan dan nafsu makan yang tidak bisa dijelaskan.

Olahraga berlebihan juga bisa menyebabkan kelelahan, nyeri otot dan persendian walau tidak ada cedera, sulit tidur, serta lebih sering sakit.

Baca juga: Cermati, 7 Tanda Kamu Olahraga Berlebihan

Efek psikologis

Tak hanya berdampak pada kondisi fisik, olahraga berlebihan juga bisa mendatangkan masalah psikologis. Tandanya adalah tidak bergembira saat hendak melakukan rutinitas kebugaran atau olahraga.

Selain itu, mereka yang olahraga berlebihan juga mengalami perubahan suasana hati yang negatif. Contohnya sering marah, mudah tersinggung, atau mungkin kurang antusias.

Kondisi ini juga dapat menyebabkan penurunan kinerja di area lain dalam hidup seperti sekolah atau tempat kerja.

Stres dan hormon

Selain efek samping yang disebutkan di atas, olahraga berlebihan dapat menyebabkan peningkatan stres dan perubahan hormonal . Akibat kondisi ini, kadar kortisol atau hormon stres cenderung meningkat.

Halaman:
Sumber LiveStrong
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com