Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah Tatap Muka Belum Bisa Dibuka Kembali, Kenapa?

Kompas.com - 23/12/2020, 17:28 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wacana pembukaan kembali kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah pada Januari 2021 menjadi perhatian para orangtua di Indonesia.

Wacana tersebut disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim melalui kanal YouTube Kemendikbud pada 20 November lalu.

Orangtua murid diberi opsi atau pilihan apakah ingin mengizinkan anak-anaknya untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar secara tatap muka atau tidak.

Namun, melihat kondisi saat ini, ada kekhawatiran jika sekolah tatap muka kembali dibuka, kasus Covid-19 akan mengalami peningkatan.

Sementara di sisi lain, anak sudah merasa jenuh mengikuti kegiatan belajar mengajar secara virtual dan sudah tidak sabar ingin bertemu teman-temannya di sekolah.

Lalu bagaimana pandangan para ahli terkait pembelajaran tatap muka di sekolah yang dijadwalkan akan dibuka di bulan Januari 2021 mendatang?

Baca juga: Agar Anak Bisa Gembira Sekolah di Rumah

Dr Muhammad Kamil, peneliti kanker otak di Kagoshima University, Jepang, meneliti persepsi masyarakat Indonesia terhadap kebijakan sekolah yang akan dibuka kembali.

Bersama kedua rekannya, Kamil menciptakan akun Instagram Pandemic Talks. Akun ini menyajikan data-data resmi seputar pandemi Covid-19.

"Kita ambil data dari Google. Karena menurut kami di Pandemic Talks, orang Indonesia kebanyakan mengakses informasi lewat Google, dan Google bisa menjadi representasi sebagian masyarakat Indonesia."

Begitu kata Kamil dalam acara "Kapan Boleh Sekolah Lagi?" yang diselenggarakan Sekolah Gemala Ananda secara virtual pada Rabu (23/12/2020).

Dari data yang diambil tim Kamil di Pandemic Talks, terungkap kata "sekolah corona" menjadi topik yang sering diinput orang ke mesin pencari Google.

Topik "sekolah corona" lebih banyak dicari di Google oleh masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa, dari data tersebut.

Masyarakat di Pulau Sumatera lebih banyak mengakses topik "sekolah libur", sedangkan topik "sekolah buka" banyak dicari masyarakat di Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan Tengah.

"Pencarian topik 'sekolah libur' sempat melonjak, khususnya di tanggal 8-9 Desember, ketika dilaksanakan Pilkada serentak di seluruh Indonesia," tutur dia.

"Dari data kami bisa dilihat, masyarakat di tiap pulau di Indonesia membicarakan sekolah, yang mana ini menjadi isu yang dianggap jauh lebih penting dibandingkan vaksin."

Baca juga: Tips Bagi Orangtua Membantu Keterampilan Anak Lewat Sekolah Online

Di samping itu, Kamil dan tim di Pandemic Talks juga menyajikan data mengenai jumlah kasus Covid-19 yang menginfeksi anak di indonesia.

Data tersebut diambil dari situs covid19.go.id, per tanggal 20 Desember 2020.

Ditemukan bahwa jumlah anak berusia 0-18 tahun yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia mencapai 74.249 anak (sekitar 11,5 persen dari total kasus di Indonesia).

Kemudian, terdapat 56.817 kasus Covid-19 pada anak berusia 6-18 tahun.

Jumlah anak berusia 0-18 tahun yang meninggal dunia akibat Covid-19 mencapai 530 anak, dengan tingkat kematian 0,7 persen.

"Jumlah kasus Covid-19 pada anak ada di pulau Jawa, dengan angka 45.180 kasus, dan angka kematian 420 jiwa," sebut Kamil.

Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 17 Agustus 2020 menunjukkan, terdapat sekitar 110 juta anak usia sekolah di Indonesia, yang terbagi menjadi 50 juta anak SD-SMA, dan 60 juta anak Paud dan TK.

Berdasarkan anjuran IDAI, pembukaan kembali sekolah di masa pandemi belum bisa dilakukan, kata Kamil.

"Apabila sekolah kembali dibuka, maka akan berpotensi meningkatkan penyebaran virus karena adanya mobilitas atau pergerakan masif," terangnya.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Kamil, saran yang diajukan oleh IDAI untuk pembukaan sekolah tatap muka di masa pandemi mencakup beberapa hal, yaitu:

  • Pemetaan positif per kelurahan
  • Pemetaan lokasi sekolah, apakah guru dan murid berasal dari zona merah, dan sekolah berada di zona kuning
  • Transportasi guru dan murid apakah lintas zona
  • Kontak guru atau murid dengan orang lain

"Ini adalah saran yang sangat keras dari IDAI. Kalau penekanan mobilitas dan penzonaan yang benar belum dapat dilakukan, sebaiknya sekolah jangan dibuka dulu," ucap Kamil.

"Masalah pembagian zona ini kan dilihat berdasarkan kasus, bukan dari transmisi atau penyebaran virus. Jadi menurut saya, pembagian zona tidak bisa dijadikan dasar."

Baca juga: Anak Jenuh Sekolah di Rumah, Orangtua Harus Berbuat Apa?

Dalam kesempatan yang sama, Juhaeri Muchtar PhD, VP Epidemiology and Benefit-Risk Evaluation Global Pharmaco-vigilance Sanofi mencontohkan bagaimana keputusan membuka kembali sekolah di AS.

"Di Amerika, keputusan untuk membuka sekolah diambil oleh masing-masing negara bagian atau state," sebut Juhaeri.

"Keputusan negara bagian mengacu pada sains, yaitu melihat tren kasus, ethic, hukum, dan bisnis yang ada."

Dia menceritakan anaknya yang merupakan murid di salah satu sekolah di negara bagian New Jersey diberikan opsi untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar dari rumah, atau terus berada di sekolah.

"Tapi prosedur yang diikuti sekolah sangatlah ketat, dan sekolah harus mendapat sertifikat dari negara bagian."

Prosedur itu, kata Juhaeri, mencakup:

  • Penggunaan masker di seluruh area sekolah
  • Ukuran kelas yang lebih kecil
  • Tidak ada makan di sekolah
  • Pergi ke kamar kecil dengan persetujuan

"Jika Departemen Pendidikan di Indonesia memutuskan untuk kembali membuka sekolah, pastikan sudah mendiskusikan dengan seluruh stakeholder," sebut dia.

"Keputusan yang dibuat juga harus jelas, tidak berubah-ubah."

Namun, dia menambahkan bahwa pemerintah perlu melihat situasi yang ada sebelum sekolah tatap muka dibuka.

"Saya pikir sebaiknya tunggu dulu. Trennya masih naik, belum ada penurunan. Tunggu sampai masyarakat benar-benar paham bahwa mereka harus menjalankan prosedur kesehatan yang ketat," kata Juhaeri mengingatkan.

Baca juga: Anak Lalai Kerjakan Tugas Sekolah Daring, Orangtua Harus Apa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com