Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kelam di Balik Koh-i-Noor, Berlian Perempuan Kerajaan Inggris

Kompas.com - 14/01/2021, 16:14 WIB
Gading Perkasa,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejak lama, faksi dan keluarga yang berkuasa di India serta negara-negara tetangganya menggunakan batu permata seperti zamrud dan rubi sebagai simbol atas tahta dan kekuasaan.

Dari sekian banyak batu permata yang ada, terdapat satu berlian legendaris bernama Koh-i-Noor.

Berlian Koh-i-Noor menggunakan nama dari bahasa Persia yang berarti "Mountain of Light", dan konon membawa kutukan yang mematikan.

Pria yang memakainya, menurut legenda, memang akan menguasai dunia, tetapi sekaligus harus menghadapi kemalangan. 

Baca juga: Berlian Terbesar Kedua di Dunia Bakal Jadi Perhiasan Louis Vuitton

Tidak diketahui kapan pertama kali Koh-i-Noor yang berukuran 186 karat itu ditemukan.

Namun, beberapa sumber menyebut, batu ini sudah berpindah dari satu penguasa ke penguasa lainnya sejak awal abad ke-14.

Proses perpindahan Koh-i-Noor dari satu tangan ke tangan lainnya, tentu saja melewati pertumpahan berdarah.

Tercatat batu Koh-i-Noor terlihat pada tahun 1628 saat ditempatkan di atas tahta penguasa Mughal Shah Jahan.

Beberapa waktu berselang, Aurangazeb yang adalah putra Shah Jahan memenjarakan ayahnya dalam sebuah kudeta, dan batu itu kembali berpindah tangan.

Pada 1739, pemerintahan Iran Nader Shah menyerbu dan membunuh puluhan ribu pasukan Mughal, termasuk merebut Koh-i-Noor, dan permata-permata lainnya.

Baca juga: Ditemukan, Bongkahan Berlian 442 Karat Seharga Rp 264 Miliar

Namun, Nader Shah kemudian justru dibunuh oleh 15 perwira dan bangsawan saat dia sedang tidur.

Memasuki abad ke-18, berlian tersebut sudah menjadi milik British East India Company.

British East India Company adalah sekelompok pengusaha Inggris yang meminta kepada Ratu Elizabeth I membuat sebuah piagam kerajaan yang memungkinkan mereka berlayar ke Hindia Timur atas nama kerajaan.

Sebagai balasannya, Inggris Raya mendapatkan monopoli perdagangan.

Para pedagang tersebut lantas menggalang dana dari uang mereka untuk membangun British East India Company demi mewujudkan ambisi tersebut.

Nah, di masa itulah terbentuk Treaty of Lahore, saat Maharaja Duleep Singh yang baru berusia 10 tahun menyerah kepada Kerajaan Inggris Raya.

Baca juga: Kisah Istimewa Cincin Batu Safir 12 Karat di Jari Manis Kate Middleton

Duleep Singh adalah satu-satunya pewaris di keluarga ayahnya yang masih hidup, sebab saudaranya yang lain tewas dibunuh.

Ratu Victoria yang menerima Koh-i-Noor dari Raja muda melalui keberadaan British East India Company menyadari kisah legendaris dalam batu tersebut.

Namun, Ratu kurang puas dengan penampakan batu tersebut. Ia lalu meminta berlian itu dipotong dan dipoles menjadi batu 105 karat.

Ratu Victoria seperti tidak peduli dengan kutukan yang berada di balik batu Koh-i-Noor itu, dan terus memakainya.

Terlepas dari kepercayaan pada cerita kutukan tersebut, pada kenyataannya batu ini kemudian hanya dipakai oleh para perempuan di Kerajaan Inggris.

Setelah Ratu Victoria, ada tiga perempuan lain yang pernah mengenakan berlian ini, Alexandra, Mary, dan Elizabeth Angela Marguerite -ibu dari Ratu Elizabeth II.

Berlian Koh-i-Noor lalu terlihat diletakkan di atas peti jenazah Elizabeth Angela Marguerite yang adalah istri King George VI, dalam prosesi pemakaman di tahun 2002.

Tak terbayangkan seberapa besar nilai dari berlian Koh-i-Noor itu saat ini.

Yang pasti Koh-i-Noor telah menjadi bagian dari permata di mahkota Kerajaan Inggris selama lebih dari 150 tahun.

Lalu sejak bertahun-tahun lalu, banyak pihak di India menuntut pengembalian berlian tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com