Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Mengenal Indikasi Kecanduan Online Game pada Remaja

Kompas.com - 25/01/2021, 13:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

Oleh: Claudia Fiscarina, Naomi Soetikno, dan Rita Markus Idulfilastri

SAAT INI Indonesia sedang menghadapi pandemik Covid-19 dan telah diketahui bersama bahwa pemerintah berupaya melakukan upaya penanganan dan pencegahan penyebarannya dengan melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada masyarakat.

Salah satu upaya tersebut dengan menghimbau masyarakat agar mengurangi aktivitas di luar rumah dan kegiatan belajar dilakukan dari rumah. Pada upaya ini, pihak sekolah menerapkan metode pembelajaran berbasis internet.

Tidak dapat dimungkiri bahwa diperlukan perangkat gadget seperti laptop dan smartphone untuk anak selama mengikuti proses pembelajaran secara daring.

Akan tetapi, remaja kerap kali menggunakan gadget tidak hanya untuk mengakses pelajaran, melainkan juga mengakses berbagai aplikasi lain, terutama online game.

Secara tidak disadari, banyak remaja yang sering mengakses online game menunjukkan indikasi kecanduan bermain yang patut diwaspadai oleh orangtua.

Verizon (CNN Indonesia, 2020) mengungkapkan, pemain online game selama pandemi Covid-19 meningkat hingga 75 persen.

Remaja merupakan tahapan perkembangan yang memiliki ciri salah satunya adanya meningkatnya kebutuhan bersosialisasi dengan teman sebaya.

Sosialisasi di masa pandemi ini rupanya bisa diisi dengan bermain online game yang di dalamnya ada peluang menggunakan kolom chatting untuk berbincang-bincang dengan rekan bermainnya.

Tidak heran bila penggunaan online game menjadi meningkat pesat. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 86 persen anak menjadi banyak menghabiskan waktu untuk bermain.

Selain itu, banyak orang tua melaporkan bahwa anak laki-laki lebih sering bermain setiap harinya daripada anak perempuan (Warta Ekonomi, 2020).

Dalam pandangan psikologi, terdapat hal positif yang didapat dari bermain online game, yaitu sebagai sarana rekreasi yang dapat memberi keuntungan seperti atensi yang lebih fokus, motivasi dan resiliensi dalam mengahadapi kekalahan, manajemen emosi, bahkan memberi keuntungan pengembangan perilaku prososial (Granic, Lobel, & Engels, 2014).

Bila diperhatikan dengan lebih baik lagi, maka kita akan memahami bahwa dalam bermain dapat membentuk tiga aspek dalam diri pemain, yakni:

  1. kognitif, seperti keterampilan dan pengetahuan baru,
  2. afektif, seperti terlibat dengan permainan yang tepat,
  3. karakteristik perilaku, seperti tahun pengalaman.

Karakterisik perilaku dalam hal pengalaman dapat dijelaskan sebagai berikut. Pemain yang telah bermain dalam jangka waktu lama menunjukkan keterampilan, pengetahuan dan strategi pada pemain yang meningkat seiring bertambahnya pengalaman bermain dan sudah akrab dengan permainan tersebut.

Peningkatan yang dialami pemain sesuai dengan hasil yang didapat individu yang melakukan kegiatan rekreasi di luar maupun dalam ruangan.

Di sisi lain, jika pemain terlalu asyik bermain, secara tidak sadar pemain akan menunjukkan gejala kecanduan bermain (Wu & Scott, 2013).

Yee (2002) mendefinisikan kecanduan bermain sebagai perilaku berulang yang dapat merusak diri sendiri dan sulit untuk diakhiri.

Adapun karakteristik kecanduan bermain meliputi masalah psikologis, masalah pada perilaku sosial seperti menarik diri, serta pemain tetap melanjutkan bermain meskipun ada konsekuensi negatif seperti kehilangan pekerjaan, berbohong dan kehilangan minat dalam aktivitas lain (Young, 2009).

Charlton dan Danforth (2007) mengatakan bahwa jika individu dengan kecanduan berhenti bermain, individu akan mengalami emosi yang tidak menyenangkan dan fisik yang tidak nyaman.

Mengkaji lebih jauh mengenai kecanduan bermain online game dapat dilihat berdasarkan pada DSM V (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat delapan indikasi seseorang mengalami kecanduan bermain, yaitu:

  1. aktivitas bermain menjadi aktivitas yang sangat penting bagi remaja sehingga remaja selalu memikirkan permainan yang dimainkannya
  2. intensitas bermain remaja semakin meningkat untuk mengubah emosi yang dialami,
  3. perasaan yang tidak menyenangkan dialami oleh remaja saat tidak dapat bermain,
  4. remaja bermain untuk melarikan diri dari kehidupan nyatanya,
  5. remaja membohongi keluarga, teman dan orang terdekat lainnya,
  6. intensitas bermain membahayakan pendidikan yang ditempuh hingga relasi dengan keluarga maupun orang terdekat,
  7. menghabiskan waktu bermain 8-10 jam per hari dan kurang lebih 30 jam per minggu.

Dari delapan indikasi yang diuraikan di atas, ada dua indikasi utama yang terlihat pada individu dengan kecanduan bermain.

Pertama, kegiatan bermain menjadi kegiatan yang sangat penting bagi kehidupan seseorang, menguasai pola pikir (keasyikan bermain dan distorsi kognitif), perasaan (mengidamkan permainan) dan perilaku (kemunduran perilaku sosial).

Walaupun individu tidak sedang bermain, ia akan memikirkan pola bermainnya untuk ke depannya.

Kedua, terjadi proses peningkatan intensitas bermain untuk mendapatkan dampak perubahan emosi. Umumnya individu menghabiskan intensitas waktu tertentu dalam bermain video game maupun internet.

Untuk dapat mengatasi kecanduan bermain, perlu perhatian lebih kepada remaja agar dapat melakukan hal-hal seperti berikut.

  1. mengganti kegiatan bermain dengan kegiatan yang positif seperti menggambar, membantu orang tua, mempelajari hal baru.
  2. remaja dapat mengikuti komunitas di sekolah agar remaja dapat aktif melakukan kegiatan yang positif,
  3. perlu dibuatnya program monitoring dari orang tua untuk para remaja yang mengalami kecanduan bermain.

Claudia Fiscarina, SPsi
Mahasiswa S2 Program Studi Profesi Psikologi Universitas Tarumanagara

Dr Naomi Soetikno, MPd, Psikolog
Dosen S2 Program Studi Profesi Psikologi Universitas Tarumanagara

Dr Ir Rita Idulfilastri, MPsiT
Dosen S2 Program Studi Magister Psikologi Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com