Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/02/2021, 19:17 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Secara umum kita mengenal gejala-gejala Covid-19 seperti demam, batuk, sesak napas, sakit kepala, kehilangan penciuman maupun perasa, dan masih banyak lagi.

Selain gejala tersebut, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga merekomendasikan agar kita segera mencari perawatan medis darurat jika mengalami tanda-tanda berikut ini:

• Kesulitan bernapas

• Nyeri terus-menerus atau tekanan di dada

• Merasa kebingungan

• Ketidakmampuan untuk bangun atau tetap terjaga

• Bibir atau wajah kebiruan

Baca juga: Apakah Gejala Covid-19 pada Anak Sama Seperti Dewasa? Ini Kata WHO

Namun, sepanjang masa pandemi ini kita terus menemukan gejala-gejala baru pada orang yang dinyatakan mengidap Covid-19 seperti munculnya ruam hingga mata merah.

Menurut dokter spesialis paru, Joseph Khabbaza, MD, sebenarnya beberapa reaksi ini cukup normal. Tetapi ada juga gejala yang masih dibicarakan oleh pakar kesehatan lainnya.

"Saya selalu mendapatkan pesan teks dari orang-orang yang bertanya apakah sesuatu yang mereka alami adalah normal," katanya.

"Nah, tidak ada yang benar-benar abnormal ketika bicara soal Covid-19, secara harfiah hampir semuanya berjalan dan kami tidak tahu persis mengapa," lanjut dia.

Khabbaza mengungkapkan, bahwa dua orang yang mungkin tampak mirip di atas kertas dapat bereaksi dengan cara yang sama sekali berbeda terhadap Covid-19.

Baca juga: Cara Mudah Memulihkan Kehilangan Penciuman akibat Covid-19

Adapun, dia menjelaskan beberapa gejala dari virus corona yang tidak biasa dan sudah sering muncul, seperti yang dilansir dari laman Cleveland Clinic berikut ini.

Petugas kesehatan sedang berjaga di ruang perawatan pasien Covid-19 di Rumah Sakit (RS) darurat Kota Bogor, Senin (18/1/2021).KOMPAS.COM/RAMDHAN TRIYADI BEMPAH Petugas kesehatan sedang berjaga di ruang perawatan pasien Covid-19 di Rumah Sakit (RS) darurat Kota Bogor, Senin (18/1/2021).

1. Kabut otak, halusinasi, dan delirium

Gejala-gejala ini cukup sering dialami. Sementara komunitas medis masih berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan kabut otak (brain fog).

Mereka meyakini, kabut otak itu kemungkinan akibat dari respons kekebalan tubuh terhadap virus atau peradangan di seluruh sistem saraf dan pembuluh darah yang mengarah ke otak.

Sedangkan halusinasi dan gangguan kesadaran delirium juga berasal dari tubuh yang berusaha melawan virus.

Baca juga: Parosmia, Gangguan Rasa dan Penciuman Setelah Sembuh dari Covid-19

Dia mengatakan, kabut otak adalah kondisi yang memengaruhi kinerja otak dan membuat kita menjadi linglung. Lalu, halusinasi dan delirium umumnya dialami jika ada penyakit lain yang parah.

Ketika penderita Covid-19 mengalami stres, maka gejala-gejala kebingungan ini akan timbul. Tapi gejala ini sangat banyak dialami orang yang lebih tua karena tubuh berusaha melawan infeksi.

"Pasien Covid-19 di ruang ICU terkadang mengalami delirium yang sangat buruk, lebih buruk daripada yang terlihat dengan pasien lain yang sakit kritis," terangnya.

Delirium ini dapat memburuk jika pasien tidak dapat tidur dengan normal atau sedang merasa kesakitan.

Beberapa obat yang digunakan untuk menjaga pasien tetap nyaman pada ventilator bahkan dapat membuat delirium semakin intens.

"Kombinasi aliran darah dan peradangan dalam tubuh berpotensi mengubah aliran darah pada tingkat mikrovaskular yang menyebabkan reaksi ini terhadap otak, bahkan bisa lebih buruk," ungkapnya.

Baca juga: INFOGRAFIK: Mengenal Delirium, Gejala Baru Covid-19

Ilustrasi detak jantung.SHUTTERSTOCK Ilustrasi detak jantung.

2. Detak jantung dan suhu yang tinggi

Beberapa pasien memiliki detak jantung yang tinggi tak lama setelah terinfeksi Covid-19. Hal ini terjadi bersamaan dengan peningkatan suhu yang merupakan hasil dari disfungsi otonom.

"Kami melihat ini semakin banyak. Ketika itu terjadi, sistem kekebalan tubuh menyerang saraf otonom," jelasnya.

"Sehingga, saraf yang mengatur hal-hal dalam tubuh seperti detak jantung dan suhu itu dapat dibuang. Ketika ini terjadi, detak jantung orang tidak sulit diatur," sambung dia.

Setelah kehilangan keseimbangan ini, kita dapat memiliki denyut jantung super tinggi atau suhu tubuh yang tinggi tanpa alasan.

"Tampaknya ini menjadi respons yang dimediasi kekebalan tubuh, artinya antibodi yang kita buat entah bagaimana menyerang saraf," terangnya.

Baca juga: Jangan Sepelekan Keluhan Jantung Berdebar, Waspadai Aritmia

3. Iritasi kulit

Khabbaza mengatakan, iritasi kulit seperti ruam atau perubahan warna yang tidak biasa daoat terjadi ketika tubuh diserang virus atau penyakit autoimun.

"Kulit adalah organ terbesar tubuh sehingga memiliki pembuluh darah terbanyak. Adalah wajar untuk melihat manifestasi penyakit di kulit kita," ujarnya.

Dia menambahkan, kita dapat melihat kembali masa kecil kita untuk bukti ini. Terutama, ruam yang berkembang selama mengalami penyakit.

"Kulit adalah tempat di mana banyak hal berakhir. Jika jumlah darah menjadi sangat rendah, darah terlalu tebal, atau membentuk gumpalan kecil di pembuluh darah kadang-kadang dapat menyebabkan perubahan dalam penampilan kulit," imbuh dia.

Meskipun iritasi kulit tidak umum, Khabbaza mengatakan, komunitas medis masih coba memahaminya untuk melawan Covid-19.

Baca juga: Bisakah Ruam Kulit pada Pasien Covid-19 Disembuhkan?

4. Nyeri pita suara dan anosmia

Kehilangan rasa dan penciuman (anosmia) sebenarnya sudah diketahui sebagai gejala umum Covid-19, jadi tidak perlu panik jika kita mengalaminya.

"Hal ini disebabkan karena beberapa indera tidak bekerja secara normal karena ada peradangan di bagian saraf. Tetapi seiring berjalannya waktu akan berfungsi kembali," kata  Khabbaza.

Covid-19 juga dapat menyebabkan nyeri pada pita suara akibat dari saraf pita suara yang tidak bekerja secara normal.

Ini disebabkan oleh infeksi pernapasan atas, sehingga menyebabkan suara serak atau masalah berbicara, sesak napas, dan masalah saat sedang menelan.

Hal tersebut berkaitan dengan saraf vagus yang meradang dan tidak bekerja secara normal. Padahal, saraf ini yang mengatur pencernaan, detak jantung, laju pernapasan, dan tindakan refleks seperti batuk, bersin, serta menelan.

Gejala nyeri pita suara pertama kali mirip gejala asma, tetapi nyeri pita suara sering kali tidak membaik setelah penggunaan inhaler.

Baca juga: Mengapa Penderita Asma Belum Bisa Divaksin Covid-19?

Para tenaga kesehatan menjalani pemeriksaan kesehatan sebagai prosedur sebelum mendapat suntikan vaksin Covid-19 di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/2/2021). Sebanyak 3.000 tenaga kesehatan dari berbagai rumah sakit ikut berpartisipasi dalam vaksinasi massal tersebut.KOMPAS.com/AGIE PERMADI Para tenaga kesehatan menjalani pemeriksaan kesehatan sebagai prosedur sebelum mendapat suntikan vaksin Covid-19 di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/2/2021). Sebanyak 3.000 tenaga kesehatan dari berbagai rumah sakit ikut berpartisipasi dalam vaksinasi massal tersebut.

Tetap tenang dan jangan panik

Khabbaza mengatakan, jika kita mengalami salah satu gejala Covid-19 yang aneh atau tidak biasa ini tetaplah tenang dan jangan panik.

Apabila gejala tersebut sudah memengaruhi kemampuan kita untuk melakukan aktivitas sehari-hari, maka segera pergi ke layanan kesehatan.

Mungkin tidak selalu ada intervensi yang dapat dilakukan karena gejala pasien Covid-19 dapat berubah setiap hari.

"Kami belajar lebih banyak setiap hari dan ada begitu banyak bagian yang bergerak. Jika pasien mengalami kesulitan karena gejala-gejala tersebut, pastikan penyedia layanan kesehatan yang dituju sudah memahaminya," imbuh dia.

Baca juga: Istora Senayan Jadi Tempat Vaksinasi Covid-19 untuk Nakes

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com