Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/02/2021, 16:48 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com – Apakah kamu termasuk orang yang cemas jika ketinggalan aktivitas yang seru atau kurang update jika tak mengikuti tren yang sedang jadi bahan pembicaraan?

Apakah kamu merasa kurang keren jika tidak datang ke restoran yang sering muncul di media sosial? Atau sedih karena tidak diajak teman ke sebuah pesta?

Jika semua itu dijawab dengan “iya”, besar kemungkinan kamu mengalami sindrom khawatir ketinggalan sesuatu (Fear of Missing Out/FOMO).

Walau fenomena FOMO bukan hal baru, tetapi ternyata sindrom ini berubah seiring waktu. Awalnya FOMO dipicu oleh berita yang jadi headline di media, foto-foto pesta atau konser, lalu bergeser ke liburan atau pun makan di tempat yang sedang hype.

Baca juga: Mengenal Perilaku Oversharing di Media Sosial dan Bahaya yang Mengintai

Di masa kejayaan media sosial ini, perasaan FOMO bisa dipicu oleh sebuah aplikasi terbaru yang sedang jadi perbincangan, misalnya kurang update kalau belum mengunduh aplikasi Clubhouse.

Kesehatan mental

Penelitian menunjukkan, FOMO bisa merugikan kesehatan mental. Bagaimana tidak, gara-gara FOMO seseorang bisa saja berlaku di luar batas kewajarannya. Misalnya mengarang kebohongan agar terlihat tetap kekinian.

FOMO juga bisa membuat seseorang merasa kesepian, memiliki self-esteem yang rendah, serta kurang mengasihi diri sendiri. Ini karena kita jadi lebih banyak membandingkan diri dengan orang lain yang hidupnya kita lihat di media sosial.

Baca juga: Kenali Bentuk Baru KDRT Lewat Gadget dan Media Sosial

Sebagai catatan, FOMO tidak mengenal usia. Artinya, orang yang sebenarnya sudah matang dan dewasa pun bisa saja mengalami sindrom ini.

Pada dasarnya normal jika kita merasa sedikit FOMO, tetapi jika hal itu sudah menguasai cara kita berperilaku, maka akui bahwa kita sebenarnya punya masalah.

Berikut adalah beberapa tips dari para pakar kesehatan mantal untuk menghilangkan perasaan takut ketinggalan dan lebih mencintai diri sendiri:

Ilustrasi membaca bukushutterstock Ilustrasi membaca buku

- Menerima diri secara utuh
Mencintai dan menerima diri secara utuh (self-compassion) akan membantu kita untuk tidak selalu ikut-ikutan dengan apa yang orang lain lakukan. Misalnya sering membandingkan diri dengan orang lain di media sosial.

“Hanya karena mereka selebritas atau influencer terkenal, bukan berarti mereka bahagia atau merasa penuh dengan hidupnya. Setiap orang memiliki tantangan hidup masing-masing,” kata psikoterapis Dr. Robi Ludwig.

Sangat penting untuk berhenti sejenak dan melihat ke dalam diri, menghargai apa yang sudah kita miliki saat ini.

Baca juga: 3 Kebiasaan yang Hancurkan Diri Sendiri dan Usir Kebahagiaan

- Interaksi secara nyata
Cara lain adalah memiliki interaksi teratur dengan orang lain di luar aktivitas online. Bertemu tatap muka dengan sahabat akan membuat kita memiliki hubungan yang nyata dan kaya. Hal ini juga mengurangi perasaan isolasi dan kesepian.

Saat melakukan interaksi tatap muka, sebaiknya jangan tergoda untuk membuka ponsel atau sibuk berfoto.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com