BANDUNG, KOMPAS.com - Emil Rahmana Putra bergegas keluar dari gedung kampusnya, Universitas Komputer Indonesia (Unikom) di Jalan Dipatiukur, Bandung.
Ia hendak pulang ke kosan. Di tengah jalan, pria semester 6 tersebut melihat toko sepatu kulit.
Dengan penasaran, ia masuk dan melihat-lihat. Seketika muncul keinginan untuk berbisnis. Tak berapa lama, ia pun berjualan sepatu kulit dari toko tersebut dengan harga Rp 250.000-300.000.
Namun, bukan untung besar yang didapat. Pria kelahiran Tangerang, 23 November 1990 itu malah menerima banyak komplain.
Mendapat komplain, ia tidak putus asa. Ia coba memperbaiki ke toko tempatnya mengambil sepatu. Setelah diperbaiki, ternyata sepatu itu tetap belum memenuhi standar yang diinginkan.
Emil pun mencari alternatif. Ia datang ke sentra pembuatan sepatu di Cibaduyut, Bandung dan bertemu dengan sejumlah pengrajin sepatu.
"Saat itu belum ada merk. Saya masih buat sepatu dengan kualitas biasa," ungkap Emil mengingat kejadian 2012 silam.
Di waktu bersamaan lulusan SMAN 2 Payakumbuh ini mengikuti sebuah komunitas yang bergerak di bidang sepatu.
Di sana keinginannya untuk menggeluti sepatu semakin besar. Ia pun berselancar di internet, membaca berbagai literasi, dan belajar teknik membuat sepatu.
Pengetahuannya tentang sepatu terus bertambah, mulai dari konstruksi, bahan, hingga cara membuatnya. Karena itu, selain mampu mendesain, Emil pun bisa membuat sepatu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.