Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
drg. Citra Kusumasari, SpKG (K), Ph.D
dokter gigi

Menyelesaikan Program Doktoral di bidang Kariologi dan Kedokteran Gigi Operatif (Cariology and Operative Dentistry), Tokyo Medical and Dental University, Jepang.

Sebelumnya, menempuh Pendidikan Spesialis Konservasi Gigi di Universitas Indonesia, Jakarta dan Pendidikan Dokter Gigi di Universitas Padjadjaran, Bandung.

Berpraktik di berbagai rumah sakit dan klinik di Jakarta. Ilmu karies, estetik kedokteran gigi, dan perawatan syaraf gigi adalah keahliannya.

Apakah Tambalan Amalgam Masih Layak Dipakai?

Kompas.com - 26/02/2021, 08:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun hal tersebut dapat langsung hilang setelah tambalan amalgam dilepas.

Data ilmiah lain pada tahun 2011 menunjukkan bahwa tambalan gigi amalgam merupakan sumber utama beban total merkuri di tubuh manusia.

Hal ini dibuktikan dengan studi otopsi yang menemukan 2 sampai 12 kali lebih banyak merkuri dalam jaringan tubuh individu dengan gigi amalgam.

Pemeriksaan otopsi adalah penelitian yang paling berharga dan terpenting untuk memeriksa beban total merkuri di tubuh yang disebabkan amalgam. Studi otopsi ini telah menunjukkan secara konsisten bahwa banyak individu dengan tambalan gigi amalgam memiliki tingkat keracunan merkuri di otak atau ginjal mereka.

Hasil penelitian lain yaitu tidak ada korelasi antara kadar merkuri di dalam darah atau urine dengan kadar merkuri dalam jaringan tubuh atau tingkat keparahan gejala klinis.

Baca juga: Mengenal Penyebab Keracunan Merkuri dan Cara Mengatasinya

 

Selanjutnya, waktu paruh merkuri di otak dapat berlangsung selama beberapa tahun sampai beberapa dekade, dengan demikian merkuri terakumulasi seiring waktu dengan paparan amalgam di tubuh.

Uap merkuri sekitar 10 kali lebih beracun daripada timbal pada sistem saraf pusat manusia dan sinergis dengan tingkat keracunan logam lainnya.

Paparan merkuri dapat menimbulkan kesehatan yang lebih besar pada kelompok orang tertentu, yang mungkin lebih rentan terhadap potensi efek samping yang umumnya terkait dengan merkuri.

Populasi berisiko tinggi ini meliputi: wanita hamil, wanita dalam program kehamilan, wanita menyusui, anak usia kurang dari 6 tahun, pasien dengan riwayat penyakit saraf, gagal ginjal, dan yang memiliki riwayat alergi terhadap merkuri dan logam lainnya.

Baca juga: 12 Penyebab Karies Gigi yang Perlu Diwaspadai

Regulasi di dunia 

Pada tahun 2009, U.S Food and Drug Administration (FDA) mengeluarkan peraturan tentang penggunaan tambalan gigi amalgam, bahwa amalgam kapsul adalah tambalan yang aman dan efektif untuk pasien.

Kemudian pada tahun 2011, komite ilmiah Eropa tentang risiko kesehatan yang muncul dan baru diindentifikasi menyatakan bahwa tidak efek sistemik yang merugikan dalam penggunaan tambalan gigi amalgam.

Pernyataan ini cukup mengejutkan, karena kesimpulan diambil tanpa melibatkan penelitian yang paling penting dalam menganalisa kadar merkuri yaitu toksisitas merkuri, serta penelitian tersebut menggunakan metode yang kurang tepat.

Terakhir, pada tahun 2018, Kanada mengeluarkan laporan mengenai penilaian keefektifan dan keamanan tambalan amalgam untuk membantu para pembuat keputusan dalam menentukan apakah bahan tambalan ini dapat terus digunakan di Kanada atau tidak.

Baca juga: Bagaimana Proses Terjadinya Gigi Berlubang

 

Mereka melakukan penilaian pada tambalan gigi menggunakan bahan amalgam dibandingkan dengan bahan resin komposit (yang sewarna gigi) pada gigi tetap dan sulung. Laporan menyimpulkan bahwa kedua bahan tambalan gigi tersebut efektif dan aman, namun tambalan amalgam lebih murah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com