KOMPAS.com - Ketika bangun tidur tadi pagi, perasaan apa yang pertama melintas di benakmu?
Apakah ada kecemasan? Atau kesedihan yang terasa? Atau mungkin kamu hanya menjadi sedikit apatis dan tak bersemangat?
Pandemi Covid-19 yang seperti tanpa ujung tentu kian membuat banyak hal menjadi tidak pasti, stres dan depresi pun menjadi rentan melanda.
Sesungguhnya, stres adalah bagian yang wajar dari hidup. Persoalan ini patut menjadi perhatian hanya ketika porsinya menjadi semakin berlebih, dan kita kesulitan untuk mengelolanya.
Baca juga: Sayangi Diri, Ini 6 Cara Kelola Depresi Selama Pandemi
Pada akhirnya, kondisi itu berimpas buruk pada kondisi kesehatan fisik dan juga mental.
Respons fisiologis terhadap stres memang mengaktifkan respons melawan-atau-lari yang juga disebut sebagai "pembajakan amigdala".
Kondisi ini menyebabkan jantung berpacu, napas menjadi lebih cepat, dan otot menegang saat tubuh bersiap untuk mengambil tindakan.
Keadaan ini juga dapat merusak otak, hingga menyebabkan kita kesulitan untuk membuat keputusan yang baik.
Meskipun kondisi "default evolusioner" ini dikembangkan untuk melindungi kita dalam keadaan darurat, namun hal ini bisa menjadi masalah jika berlangsung terlalu lama.
Awalnya kita mungkin tidak menyadari gejala fisik akibat stres. Misalnya ada sakit kepala sesekali, kesulitan tidur, atau masalah pencernaan.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan