Tanpa proyeksi masa depan, tanpa abstraksi mau ke mana pasca pandemi kita berjalan, kita akan menjadi bangsa yang terbelenggu di masa lalu.
Tak heran semua orang menanti keajaiban kapan kita bisa ‘seperti dulu lagi’. New normal yang beralih menjadi istilah adaptasi baru sudah tenggelam.
Adaptasi paling-paling hanya syarat pakai masker jika keluar rumah apabila tidak mau dipelototi orang. Selebihnya? Biasa.
Bersenggolan di kendaraan umum, mampir ke mall – beli minum – buka masker sambil jalan-jalan dan sedot minuman mengobrol bercengkrama.
Pun biar praktis, maskernya sekarang diberi penggantung seperti tali kacamata. Bisa dipakai-copot-pakai.
Sama sekali tidak paham kapan dan dimana masker sebaiknya dilepas. Dan seharusnya makan minum di mana. Mindset-nya masih seperti itu.
Mungkin sudah waktunya saya menyerah untuk berharap kita bisa seperti negara maju. Yang lekas meraih angka nol untuk kasus baru di masa pandemi.
Yang rakyatnya tidak lagi perlu menghabiskan 12 jam untuk mencari uang sambil berkeliling dan menggelar dagangan di pasar.
Yang ibu-ibunya menggunakan waktu berkualitas buat masak, membangun pembicaraan bermutu di rumah, ketimbang melotot asik di depan media sosial. Karena mungkin inspirasi reset mindset masih jauh di awang-awang.
Baca juga: Belajar dari Vaksinasi BCG: Tak Ada Satu Jurus Jitu Buat Sehat
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.