Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/03/2021, 10:00 WIB
Maria Adeline Tiara Putri,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Sumber NPR

KOMPAS.com - Tepat setahun sejak pandemi Covid-19 merebak, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengumumkan telah ditemukan dua kasus mutasi virus corona di Indonesia.

Mutasi tersebut ialah B.1.1.7 yang pertama kali terdeteksi di Inggris pada September tahun lalu. Para ilmuwan di sana memperkirakan varian baru ini lebih menular.

Varian B.1.1.7 memiliki 17 mutasi berbeda dalam kode genetiknya. Delapan dari mutasi itu terjadi di bagian kritis virus, yang disebut protein lonjakan.

Baca juga: Mengenal Mutasi dan Penularan Varian Baru Virus Corona, Apa Bedanya?

Para ilmuwan juga telah mempelajari beberapa mutasi pada B.1.1.7 dan mendapatkan sejumlah fakta. Berikut ulasannya.

1. Lebih menular

Para ilmuwan menemukan sebagian besar kasus baru Covid-19 di Inggris disebabkan oleh mutasi B.1.1.7. Ini menunjukkan varian baru lebih mudah menular.

"Belum ada bukti kuat, tetapi tampaknya ada kemungkinan besar," kata ahli biokimia Jeremy Luban dari University of Massachusetts Medical School.

"Jika seseorang yang sakit bersin di dalam bus, varian baru lebih mungkin menginfeksi orang lain daripada bentuk virus sebelumnya," tambah Luban.

Walau lebih mudah menular, para ilmuwan mengatakan bahwa penyebaran Covid-19 akibat mutasi tergantung pada banyak faktor.

Salah satunya perilaku masyarakat dalam suatu komunitas. Misalnya apakah mereka memakai masker, menjaga jarak fisik, mencuci tangan, dan menghindari pertemuan besar.

"Faktor-faktor tersebut bisa jadi lebih penting daripada ditemukannya mutasi B.1.1.7 di masyarakat," kata pakar virus Pei-Yong Shi dari University of Texas Medical Branch.

"Jalannya pandemi tergantung dari intervensi manusia," tambahnya.

Baca juga: Saran Pakar untuk Menghindari Varian Baru Virus Corona

2. Belum tentu lebih berbahaya

Sejauh ini para ilmuwan memperkirakan varian baru dari virus corona tidak menyebabkan keparahan yang lebih berat ketika seseorang terpapar.

Menurut Luban, belum ada bukti yang menunjukkan B.1.1.7 lebih mematikan atau lebih berbahaya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Sumber NPR
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com