Para peneliti menetapkan bahwa menangis membantu melepaskan oksitosin dan opioid endogen, yang juga dikenal sebagai endorfin.
Endorfin atau zat kimia yang menciptakan perasaan nyaman ini membantu meringankan rasa sakit fisik dan emosional seseorang.
Dalam budaya populer, kerap dibuktikan bagaimana tangisan bisa menjadi cara untuk merasa lebih baik dan mendapatkan kesenangan fisik.
Sebagai gambaran untuk membuktikan hal tersebut, kita bisa menonton film yang dikenal mampu membikin wajah kita "banjir" air mata seperti Titanic, atau Hachiko.
Baca juga: Menangis Baik untuk Kesehatan Fisik dan Mental
Apakah pria tidak boleh menangis?
Sejak usia dini, anak laki-laki diberikan pemahaman dari orangtua dan lingkungannya bahwa pria sejati tidak menangis.
Ketika anak laki-laki tumbuh dewasa, dia bisa membawa perasaannya lebih dalam dan menarik diri secara emosional dari orang yang dicintai.
Sisi negatifnya, dia akan memulihkan diri dengan cara mengonsumsi alkohol atau obat-obatan, atau bahkan berujung pada tindakan bunuh diri.
Oleh karena itu, para pria perlu mempelajari cara mengenali kembali dengan emosi mereka.
Di tahun 1990-an, seorang penyair Robert Bly memimpin sebuah seminar pria.
Bly mengajarkan kepada para peserta bagaimana berhubungan dengan perasaan sedih dan kehilangan yang lama terpendam, dan menangis secara terbuka jika diperlukan.
Idealnya, mengenali emosi dan perasaan sedih harus diterapkan sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah dengan orang dewasa, sehingga anak laki-laki cenderung lebih aman membicarakan perasaan yang mengganjal.
Baca juga: Tak Ada Salahnya Sesekali Orangtua Menangis di Depan Anak
Menangis selama pandemi Covid-19
Kesedihan karena kehilangan teman atau anggota keluarga yang meninggal dunia akibat terinfeksi Covid-19 membuat kita menjadi lebih sensitif.
Juga, banyak orang yang sebelumnya jarang menangis menjadi lebih mudah menangis.