KOMPAS.com - Industri fast fashion memberikan alternatif bagi masyarakat untuk membeli pakaian dengan harga terjangkau.
Sayangnya, karena harga pakaian yang relatif murah dalam segmen ini, jumlah limbah tekstil pun terus meningkat.
Terlebih, penggunaan bahan-bahan tertentu seperti poliester tidak bisa terurai dengan baik, saat sudah menjadi sampah.
Baca juga: Instalasi Kreatif Sejauh Mata Memandang, Ajak Anak Peduli Lingkungan
Chitra Subyakto, pendiri dan direktur kreatif Sejauh Mata Memandang (SMM) mengatakan, saat ini dunia dihadapkan pada krisis iklim, yang menjadi tanggung jawab setiap orang.
"Kita sudah masuk dekade kehidupan krisis iklim, dan tidak ada banyak waktu. Kita harus memperlakukan krisis iklim seperti krisis, bukan cuma wacana."
Begitu kata Chitra dalam konferensi pers dan pembukaan pameran "Sayang Sandang, Sayang Alam" yang diadakan secara irtual pada Selasa (9/3/2021).
Chitra mengatakan, seluruh pihak, -baik individu maupun perusahaan, perlu mengambil bagian dalam perubahan, demi menyelamatkan bumi, meski dimulai dari langkah kecil.
"Penting bagi semua orang untuk berubah, meskipun sedikit," tegas dia.
Chitra mengaku terganggu dengan fakta yang memprihatinkan dari beberapa sumber terpercaya mengenai sampah tekstil.
"Di tahun 2021, tempat pembuangan akhir Bantar Gebang di Bekasi dan TPA lain di Indonesia sudah penuh kapasitasnya, dan tidak mampu menampung sampah lagi tahun ini," tutur dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.