KOMPAS.com - Semakin besar sebuah brand, maka semakin besar pula kemungkinan munculnya barang palsu dari merek tersebut.
Salah satunya menimpa produk dari rumah mode mewah asal Perancis, Louis Vuitton, baru-baru ini.
Aparat kepolisian China menggulung, sindikat terstruktur yang memproduksi barang-barang palsu Louis Vuitton, dan sudah menghasilkan uang kurang lebih 100 juta yuan, atau sekitar Rp 221 miliar.
Baca juga: Kegaduhan di Balik Sweater Jamaika Louis Vuitton yang Salah Cetak
Dalam kasus ini, ada sekitar 40 orang yang ditangkap, termasuk seorang perempuan pramuniaga dari gerai Louis Vuitton asli, yang diduga terkain dengan produksi barang palsu tesebut.
Pada beberapa kasus, toko itu memproduksi tas palsu sebelum versi aslinya beredar di pasaran.
Dalam beroperasi, sindikat ini mampu menyematkan teknologi chip yang diklaim bisa diakses pelanggan untuk melakukan verifikasi keaslian sebuah produk.
Padahal faktanya, fitur itu tidak terdapat pada tas Louis Vuitton asli.
Chip near field communication (NFC) adalah sensor kecil yang biasanya dipasang di bagian dalam barang merek mewah.
Baca juga: Tas Bolong Monokrom Jadi Ikon Peringatan 160 Tahun Louis Vuitton
Chip itu menampilkan informasi untuk dilihat konsumen lewat aplikasi di smartphone.
Para tersangka pemalsuan produk Louis Vuitton yang berada di Provinsi Guangdong itu dituduh memproduksi dan menjual barang merek dagang terdaftar secara ilegal.
Penipuan itu pertama kali terungkap di bulan Desember 2019 lalu.
Kala itu, polisi menemukan tas dan aksesoris LV palsu diunggah ke jejaring media sosial.
Saat memulai operasi di tahun 2018, jaringan itu memproduksi kulit yang dicetak dengan pola Louis Vuitton, namun masih gagal karena pola LV palsu cepat memudar.
Baru pada bulan Maret tahun lalu, para tersangka menyemprotkan pola dengan teknik berbeda yang lebih efektif.
Baca juga: Kendall Jenner dan Kekasihnya Dapat Hadiah Senilai Rp 42 Juta dari Louis Vuitton