Bila sebelumnya bayi hanya mengonsumsi ASI, maka di usia enam bulan mulai diberikan MPASI. Jadwal makannya sama seperti menyusui.
"Misalnya dari yang tadinya pukul 9.00 menyusu, ganti ASI menjadi makanan semi padat. Lalu pukul 3.00 sore yang tadinya menyusu ganti jadi camilan," kata Kanya.
Kemudian di usia tujuh bulan, bila tadinya bayi menyusu pada pukul 12.00, maka gantilah menjadi waktu makan siang.
Begitu juga pada pukul 15.00, ganti susu dengan memberikan camilan.
"Jadi jam makannya tetap, sudah terstruktur, hanya tinggal mengganti jenis makanannya. Pola yang sudah terbentuk dapat meminimalisir drama sulit makan," kata Kanya.
Memasuki usia 9-10 bulan, di antara jeda waktu makan 2-3 jam, bayi tidak boleh mengonsumsi apa pun selain air putih.
Tujuannya, agar bayi semakin matang dalam mengenal rasa lapar dan kenyang.
Misalkan bayi tidur siang pukul 13.00, lalu ternyata pukul 14.00 sudah bangun. Apabila bayi menangis dan seolah lapar, usahakan jangan berikan makanan termasuk ASI.
Ibu perlu menunggu hingga pukul 15.00, di waktu makan yang sudah ditentukan. Selagi menunggu, orangtua bisa mengajak bayi bermain.
Kemudian pukul 15.00, ibu bisa memberikan camilan. Apabila bayi tidak mau, jangan langsung memberikannya susu.
Baca juga: Waspada, Pemberian MPASI Kurang Tepat Bisa Berisiko Stunting
Sebab itu bisa membuatnya berpikir tidak masalah tidak makan camilan karena pada akhirnya akan diberikan susu untuk menghalau rasa lapar.
Orangtua perlu menahan keinginan untuk memberikan susu hingga waktu makan berikutnya yakni kira-kira pukul 17.00.
"Kalau bayi minta terus, orangtua harus berani bilang enggak boleh, belum waktunya. Sampaikan hal itu dengan kalimat positif," kata Kanya.
Hindari memarahi anak ketika merasa lapar jika sebelumnya tidak makan. Sebab hal itu malah dapat membuat anak tidak menyukai proses makan.
Terapkan pola waktu makan yang terstruktur seiring bertambahnya usia anak. Dengan begitu, anak terbiasa untuk makan teratur.