Sayangnya, tak semua orang meluangkan cukup waktu untuk mengenali apa yang dirasakannya.
Orang-orang dewasa bahkan menghabiskan waktu untuk menghadapi emosi-emosi tersebut alih-alih mengenalinya.
Jadi, ketika anak menghdapi perubahan, cobalah ajak mereka membicarakan tentang apa yang dirasakannya.
Bantu mereka untuk menggunakan kata yang tepat dalam mendeksripsikan emosi tersebut. Seperti bahagia, sedih, frustrasi, dan lainnya.
Baca juga: Adaptasi atas Normal Baru dalam Pandemi Corona
Banyak orang kesulitan mengatakan "tidak" hingga mereka dewasa.
Padahal, pada beberapa situasi, tidak mengatakan "ya" bisa membuat kita menjadi lebih kuat.
Anak mungkin belum terbiasa melakukannya. Tapi, orangtua bisa menyampaikan pada anak bahwa mereka boleh berkaya "tidak" agar anak bisa membiasakan dirinya.
Menyampaikan pada anak bahwa mereka tidak harus melakukan hal yang tidak mereka inginkan juga bisa membantu mengurangi stres anak.
Latih anak untuk mengetahui konsekuensi pilihannya ketika memilih "ya" atau "tidak".
Namun, meskipun mengatakan "tidak", ajari anak agar menjawabnya dengan cara yang sopan.
Baca juga: Selalu Mengatakan Ya Ternyata Bisa Hambat Kesuksesan
Anak sering kali menutupi kesalahannya karena tidak mau berada dalam masalah.
Padahal, terbiasa mengakui kesalahan sejak kecil akan membuat anak membangun karakternya saat tumbuh besar.
Anak yang cukup berani melakukannya, tahu bahwa mereka melakukan kesalahan. Mereka juga siap secara mental untuk mengakui apa yang dilakukannya.
Selain itu, jika mengakui kesalahan, anak juga akan meminta maaf dan menemukan jalan untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.
Baca juga: Hai Orangtua, Mari Latih Anak Belajar dari Kegagalan dan Kesalahan
Normal jika anak cemburu dengan temannya, apakah karena temannya punya mainan baru atau memenangkan permainan.