KOMPAS.com - Melamun dianggap sebagai kegiatan yang membuang-buang waktu dan tidak produktif. Ketika melamun, seseorang kehilangan fokus dan tidak memerhatikan sesuatu di sekitarnya.
Namun faktanya, kita lebih sering melamun daripada yang disadari. Hampir 50 persen di hidup dihabiskan dengan melamun.
Temuan tersebut terungkap dari studi yang dilakukan dua peneliti Harvard di tahun 2010.
Pakar kesehatan mental menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan kebiasaan melamun, termasuk manfaat yang bisa diperoleh dari melamun.
Baca juga: Didi Kempot: Kalau Patah Hati, Jangan Melamun Terlalu Lama
Apa sebenarnya melamun itu?
"Lamunan adalah fantasi atau gambaran mental tentang masa depan," jelas Gabriele Oettingen, PhD, profesor psikologi di New York University.
Dia juga penulis "Rethinking Positive Thinking: Inside the New Science of Motivation."
Di sela-sela rapat secara virtual dengan rekan kerja dan atasan, kemungkinan kita pernah memikirkan apa yang mau kita masak untuk makan malam nanti, atau memikirkan tagihan bulanan.
"Anda bisa melamun tentang masa lalu, apa yang terjadi di masa sekarang, tetapi kita sering melamun tentang masa depan," tutur Oettingen
"Lamunan adalah pemikiran dan gambaran bebas, tidak dibatasi oleh pengalaman kita."
Baca juga: Tak Disangka! Orang yang Sering Melamun Ternyata Lebih Cerdas
Melamun maladaptif
Melamun dapat menjadi masalah saat kita mulai merenung atau mengkhawatirkan pikiran kita, dan itu dapat menyebabkan kecemasan dan depresi.
"Ketika Anda membiarkan pikiran mengembara, ada baiknya memerhatikan ke mana perginya," ujar Leslie Ellis, PhD, psikoterapis, guru, dan penulis "A Clinician's Guide to Dream Therapy."
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.