Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/03/2021, 08:34 WIB
Intan Pitaloka,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berdamai dengan masa lalu memang tidak semudah yang dikatakan teori maupun ucapan kebanyakan orang.

Sebab, ya yang namanya masa lalu tidak akan bisa dihapuskan meski kita bisa memaafkan dan mengikhlaskannya.

Bahkan, kejadian atau peristiwa masa lalu yang biasanya tidak mengenakkan dapat menimbulkan trauma pada seseorang.

Menurut American Psychology Association, trauma adalah reaksi emosional terhadap peristiwa mengerikan, misalnya kecelakaan, pemerkosaan, atau pun bencana alam.

Baca juga: Melihat Trauma Anak Berdasarkan Usia, Pasca-perceraian Orangtua

Trauma ini biasanya bisa mendekam berkepanjangan, meninggalkan efek somatik seperti mual, pusing, muntah.

Nah, tipe trauma dibagi menjadi tiga berdasarkan pemaparan Dr. Mariana, Pendiri dan Direktur Perhati Counseling and Care Center saat berbicara dalam Online Seminar Family Investment.

Acara ini diadakan oleh Gading Counseling & Empowerment Center pada Kamis (25/3/2021) lalu.

Trauma akut

Biasanya trauma semacam ini terjadi sekali, namun intens, mengerikan, dan umumnya terjadi dalam tempo singkat.

Contohnya: mengalami kecelakaan, bencana alam, pemerkosaan, atau kekerasan.

"Meskipun terjadi sekali tetapi peristiwa ini membuat seseorang terancam secara emosi dan fisik. Dan peristiwa ini terus terngiang di pikiran orang tersebut." kata Mariana.

Baca juga: Trauma dan Kekerasan Masa Kecil Tingkatkan Risiko Sakit Jantung

Gejala pada trauma akut biasanya muncul tiga hari atau tidak lebih dari sebulan setelah kejadian. 

Trauma kronis

Ketika seseorang mengalami peristiwa traumatis yang berulang yang terjadi dalam periode yang panjang, seperti kekerasan dalam keluarga, terorisme, dan peperangan.

Trauma kompleks

Dalam trauma kompleks biasanya peristiwa terjadi lebih berlapis-lapis dan lebih parah dibanding trauma kronis.

Salah satu contohnya adalah pelecehan dan kekerasan pada masa kecil. Biasanya lebih parah lagi jika pelecehan ini dilakukan oleh orang terdekat seperti keluarga. 

"Trauma kronis dan kompleks akan mengembangkan post traumatic disorder (PTSD). Gejala PTSD ini biasanya akan mulai terlihat dalam waktu tiga bulan dari insiden trauma itu terjadi," tambah Mariana.

Baca juga: Pria Korban Perkosaan Alami Trauma yang Lebih Besar

Efek dari trauma secara psikologis biasanya bisa menyebabkan perasaan malu, bersalah, kesulitan mengendalikan emosi, bahkan kehilangan konsentrasi.

Secara fisik efek dari trauma tersebut membuat penderitanya mengalami mual, muntah, deg degan. Ciri-cirinya memang sedikit mirip dengan gangguan kecemasan.

Selain itu, trauma ini bisa membuat seseorang kesulitan untuk menjalin hubungan, baik itu dengan keluarga, teman, atau yang lainnya.

"Banyak aspek yang rusak karena trauma, maka mengatasinya juga perlu step by step," sebut dia.

Berikut ini adalah tiga cara mengatasi dan berdamai dengan trauma:

1. Akui dan cari bantuan 

Kita perlu untuk mengakui pada diri sendiri, bahwa kita memiliki trauma, dan segera mencari bantuan untuk membantu pemulihan.

Baca juga: Omelan dan Bentakan Orangtua Bisa Sebabkan Anak Trauma

"Studi juga mengungkapkan kalau kita memiliki keinginan untuk pulih. Itu adalah kunci menuju pemulihan kita," cetus Mariana.

Memori yang menyakitkan itu tidak akan pernah hilang. Jadi, kita perlu untuk menerima dan memprosesnya.

Trauma memang membuat kita malu dan cenderung untuk menghindarinya.

Namun, jika kita membiarkannya, sama saja kita sedang berada di pusaran lubang hitam. Semakin masuk ke pusaran itu, semakin itu tidak akan selesai, dan kita tidak akan keluar. 

"Ini semua memang sulit. Kita tidak bisa melupakan memori tersebut begitu saja. Itu sebabnya, kita perlu bantuan orang yang profesional untuk membantu kita."

"Belajar untuk melihat trauma kembali itu hal yang sulit. Namun, proses akan mebawa kita untuk dealing dengan trauma dan memori-memori yang tidak kita sukai tersebut."

Baca juga: Cara Tepat Memulihkan Trauma Anak Korban Bencana

2. Intervensi sedini mungkin

Mariana memberikan pesan khusus untuk orangtua, jika anak-anak mengalami trauma dengan gejala-gejala yang telah ada, jangan dibiarkan.

Karena, jika dibiarkan, bisa saja menyebabkan gangguan mental yang lainnya.

Intervensi trauma biasanya dilakukan dengan sandplay therapy, play therapy, reality therapy/CBT/ACT, creative/expressive art interventions, medication, dan brain spotting.

3. Temukan support system atau pendukung diri

Temukan seseorang yang bisa mendukung kita, memberi semangat pada kita dalam menjalani proses penyembuhan terhadap trauma ini.

Namun, akan lebih baik jika support system tersebut berasal dari keluarga atau orang terdekat kita.

"Intinya kita harus hadapi itu," tutup Mariana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com