Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/03/2021, 14:31 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial dihebohkan dengan penggunaan rumput fatimah pada ibu hamil yang menyebabkan kematian janin.

Tanaman kering ini memiliki dosis phytoestrogen dan oksitosin yang tidak terukur, sehingga berbahaya jika dikonsumsi.

Konsumsi air rendaman akar fatimah menjadi salah satu mitos yang kerap disarankan bagi para ibu hamil.

Baca juga: Bahaya Rumput Fatimah untuk Persalinan, Ibu Hamil Perlu Tahu

Cara tradisional ini dimaksudkan untuk merangsang konstraksi, mempercepat, dan melancarkan proses persalinan.

Faktanya tanaman dengan nama latin Labisia Pumila ini amat berbahaya dan sangat dilarang dalam dunia kedokteran.

Bidan Ony Christy menegaskan, konsumsi tanaman ini bisa memicu terjadinya hiper kontraksi atau kontraksi dini. 

"Rumput akar fatimah itu dosisnya tidak terukur karena itu sangat berbahaya," ujar dia melalui akun Instagram-nya, Rabu (31/03/2021).

Ony menguraikan, bahan herbal ini mengandung anti inflamasi, anti oksidan dan phytoestrogen, sehingga ketika dikonsumsi maka kadar estrogen akan melonjak tajam.

Akibatnya dua hormon utama saat proses bersalin yakni progesteron dan estrogen tidak seimbang dan tidak bekerja sebagaimana seharusnya.

Ada pun, estrogen bermanfaat untuk menguatkan otot rahim dan menimbulkan kontraksi.

Hormon ini juga dapat menyebabkan rasa nyeri saat proses persalinan dan selama masa kehamilan.

Baca juga: 6 Bahaya Rumput Fatimah untuk Persalinan

Sedangkan progesteron berperan dalam memunculkan perasaan rileks selama hamil maupun proses kelahiran.

Karena itu, kombinasi keduanya secara alami dapat membantu ibu untuk melalui proses persalinannya.

Ia membantah anggapan sebagian orang yang menilai jika konsumi akar fatimah serupa dengan induksi yang biasa diberikan oleh dokter bersalin untuk memicu proses kelahiran.

Sebab, bahan herbal ini tidak memiliki dosis dan takaran yang jelas. Apalagi kebanyakan orang mengonsumsinya secara rutin di rumah tanpa pengawasan tenaga kesehatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com