Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/04/2021, 06:57 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Di sisi lain, SARS-CoV-2 cenderung bermutasi lebih lambat daripada virus lain karena memiliki enzim “proofreading” yang "memperbaiki" beberapa perubahan saat bereplikasi.

Namun pada kasus mutasi Eek, virus kemudian bertemu populasi dengan kekebalan yang lebih tinggi, baik karena vaksin atau antibodi yang sudah terbangun.

Proses ini kemudian menghasilkan mutasi virus baru, baik yang lebih lemah atau lebih berbahaya dari sebelumnya.

Sementara itu riset lain menunjukkan, mutasi yang lebih berbahaya bisa datang dari orang kategori immunocompromised.

Istilah ini merujuk pada orang dengan kondisi khusus yang ada kaitannya dengan imun tubuh.

Dr. Dennis Burton, Ketua Imunologi dan Mikrobiologi dari Scripps Research Institute di Amerika Serikat mengatakan hal ini terjadi karena virus bertahan lebih lama di tubuh.

Virus mendapat kesempatan mencari tahu lebih banyak dan bermutasi dalam proses pembersihan di tubuh berimun rendah itu.

"Jika seseorang terkena virus dan membersihkannya dalam beberapa hari, tidak ada banyak kesempatan untuk bermutasi, sebaliknya jangka waktu yang lebih banyak mempunyai lebih banyak kesempatan bermutasi." ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com