Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A Kurniawan Ulung
Dosen

Dosen program studi Hubungan Internasional di Universitas Satya Negara Indonesia

Desak Jokowi Setop Konsumsi dan Jual Beli Daging Anjing serta Satwa Liar

Kompas.com - 12/04/2021, 10:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PROGRAM vaksinasi massal yang saat ini sedang dilakukan pemerintah perlu diapresiasi. Di halaman media sosialnya, Presiden Joko Widodo menjelaskan, jumlah penduduk Indonesia yang telah divaksinasi mencapai 10 juta jiwa hingga 26 Maret 2021.

Vaksin Covid-19 memang tidak menjamin perlindungan penuh, tetapi mampu membentuk antibodi dan mencegah sakit menjadi parah sehingga kurva kasus positif Covid-19 dan angka kematian bisa melandai.

Vaksinasi penting, tetapi apakah itu saja cukup? Presiden Jokowi perlu ingat bahwa akar masalah pandemi Covid-19 adalah inang virus korona, yang menurut dugaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ialah satwa liar.

Baca juga: Apa Itu Penyakit Zoonosis, Penyebab Rabies sampai Covid-19?

Untuk memotong rantai zoonosis, Presiden Jokowi juga perlu segera melarang praktik konsumsi dan jual beli daging hewan non-pangan, seperti anjing, kelelawar, dan ular, dan menutup semua pasar satwa liar di Indonesia, seperti Pasar Tomohon di Sulawesi Utara.

Kebijakan tersebut tidak hanya akan mencegah munculnya varian virus baru, tetapi juga mengakhiri penderitaan hewan, mengurangi keresahan masyarakat, dan melindungi mereka dari berbagai penyakit mematikan lainnya, seperti rabies atau penyakit anjing gila.

Baca juga: 3 Faktor Pemicu Pandemi Corona dan Penyakit Zoonosis, hingga Penanganannya

Isu global

Di Indonesia, per 26 Maret 2021, jumlah total kasus Covid-19 mencapai 1,4 juta jiwa dan 40.000 orang meninggal dunia.

Angka ini seharusnya cukup menjadi alasan bagi pemerintah untuk menutup semua pasar satwa liar dan menghukum pemotong, penjual, dan pengedar daging hewan non-pangan, seperti daging kucing dan anjing.

Daging anjing merupakan sumber utama penyakit rabies, tetapi di Indonesia, banyak anjing masih ditangkap, disiksa, dan disembelih untuk konsumsi manusia.

Di Jawa Tengah, misalnya, 25 anjing dipotong per hari di Klaten, 22 di Sragen, dan 21 Sukoharjo, menurut data dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah. Praktik ilegal ini juga ditemukan di kabupaten lain, seperti Wonogiri, Blora, dan Magelang.

Daging anjing tidak hanya dijual di warung-warung makan tetapi juga didistribusikan ke Jawa Barat dan Jawa Timur.

Baca juga: Diduga Konsumsi Anjing yang Diadopsi, Wawan Kotet Dilaporkan ke Polisi

Permasalahannya ialah, di Indonesia, sebagian orang masih mempercayai mitos bahwa daging anjing bisa bermanfaat sebagai obat, dan masih menganggap bahwa mengonsumsi daging anjing dan satwa liar merupakan bagian dari budaya dan kebiasaan.

Kesejahteraan hewan merupakan isu global, dan beberapa negara seperti Hong Kong, Filipina, dan Taiwan sudah melarang secara eksplisit penjualan, pemotongan, dan konsumsi daging anjing, kucing, dan satwa liar.

Di China, Shenzen merupakan kota pertama yang melarang konsumsi anjing, kucing, dan satwa liar secara permanen pada 31 Maret 2020. Setelah Shenzen, Zhuhai menjadi kota kedua yang menerapkan aturan yang sama pada 15 April 2020, dan di bulan yang sama, pemerintah pusat menyatakan bahwa anjing dan kucing merupakan hewan peliharaan manusia, bukan hewan ternak.

Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan Cina tidak lagi memasukkan anjing di dalam daftar bahan pangan di versi terbaru Katalog Nasional Sumber Daya Genetik Ternak dan Unggas.

Di India, pemerintah negara bagian Nagaland juga telah menutup pasar anjing dan melarang jual beli daging anjing baik dalam keadaan mentah maupun olahan sejak 4 Juli 2020.

Di Indonesia, pemerintah juga sudah menyatakan bahwa daging anjing, kucing, kelelawar dan satwa liar lainnya bukan bahan pangan karena bertentangan dengan definisi pangan yang tertulis di dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Penyiksaan dan penganiayaan terhadap anjing dan satwa liar juga bertentangan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Baca juga: Konsumsi Daging Anjing di Medan Tertinggi Kedua Se-Indonesia Setelah Solo, Jakarta Nomor 3

Pasal 66A Ayat (2) menyebutkan, “Setiap orang yang dilarang menganiaya dan/atau menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif”.

Undang-undang tersebut juga menyebutkan sanksi pidana, yakni pidana kurungan paling lama 6 bulan dan denda paling banyak Rp 5 juta bagi penganiaya hewan, dan pidana kurungan paling lama 3 bulan dan denda paling banyak Rp 3 juta bagi saksi yang tidak melaporkannya.

Di Kamboja, ancaman hukumannya jauh lebih berat. Di Siem Reap, provinsi pertama yang melarang penjualan dan konsumsi daging anjing, pelanggar diancam dengan hukuman maksimal lima tahun penjara atau membayar denda sebesar 7 hingga 50 juta riel atau sekitar Rp 177 juta.

Berbagai peraturan tersebut menunjukkan bahwa norma internasional tentang kesejahteraan hewan telah diadopsi oleh berbagai negara.

Menurut Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), hewan memiliki lima bentuk kebebasan fundamental, yakni bebas dari kelaparan, kekurangan gizi, dan kehausan; bebas dari ketakutan dan kesusahan; bebas dari ketidaknyamanan fisik dan suhu; bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit; dan bebas untuk mengekspresikan pola perilaku normal.

Baca juga: Kota Shenzhen di China Jadi yang Pertama Larang Konsumsi Daging Anjing dan Kucing

Belajar dari Karanganyar

Praktik jual beli daging anjing dan satwa liar di Pasar Tomohon di Sulawesi Utara dan berbagai daerah di Indonesia, seperti Bali, Jakarta, dan Sumatera Utara, jelas melanggar Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan karena daging anjing dan satwa liar bukan produk pangan.

Fakta bahwa praktik tersebut masih berlangsung hingga saat ini membuktikan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kemauan dan keberanian menegakkan hukum.

Pemerintah daerah sebetulnya bisa menggunakan Undang-Undang tentang Pangan dan Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai payung hukum untuk membuat peraturan daerah yang mengatur larangan konsumsi dan jual beli daging non-pangan.

Juliyatmono, Bupati Karanganyar, misalnya, telah mengeluarkan perda yang mengatur larangan tersebut pada 5 September 2019.

Kabupaten Karanganyar mengukir sejarah sebagai kota pertama di Indonesia yang melarang konsumsi dan perdagangan daging anjing untuk melindungi warga dari ancaman penyakit rabies

Juliyatmono telah menutup 52 warung makan yang menyediakan menu daging anjing dan kemudian memberikan bantuan modal senilai Rp 5 juta bagi setiap pelaku usaha untuk membuka usaha baru, seperti warung sate kambing, warung soto, dan warung bakso.

Keberpihakan pemerintah daerah Karanganyar terhadap kesejahteraan dan keselamatan anjing dan satwa liar tidak dapat dilepaskan dari peran advokasi para aktivis yang tergabung di dalam berbagai komunitas dan Lembaga Swadaya Masyarakat, seperti Dog Meat Free Indonesia (DMFI), Jakarta Animal Aid Network (JAAN), dan Animal Friends Jogja.

Di antara mereka juga ada sejumlah pesohor seperti komedian Ricky Gervais, aktor Peter Egan, dan aktris Judy Dench.

Bersama para aktivis, mereka melakukan berbagai metode aksi nirkekerasan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya konsumsi daging anjing dan satwa liar bagi diri sendiri dan lingkungan, seperti mengirim surat kepada Presiden Jokowi pada 2018, dan membuat video kampanye bersama pada 2020.

Para aktivis juga melakukan penelitian dan investigasi, dan membantu penegak hukum menghentikan pengangkutan ilegal anjing dan satwa liar.

Hingga saat ini, sayangnya, kebijakan Juliyatmono belum dicontoh oleh kepala daerah di kota-kota lain, termasuk Surakarta, tetangga terdekat Karanganyar. Menurut laporan DMFI, sekitar 13.700 anjing dibantai setiap bulan di Surakarta pada 2019 untuk konsumsi manusia.

Oleh karena itu, aktivis, wartawan, dan akademisi perlu bersatu dalam mengekspos isu kesejahteraan hewan dan meningkatkan literasi masyarakat untuk melawan kebiasaan dan mitos keliru tentang manfaat konsumsi daging anjing dan satwa liar.

Peran masyarakat tentu penting, tetapi tidak akan cukup efektif apabila tidak disertai oleh komitmen kuat pemerintah pusat dan daerah dalam menegakkan hukum, termasuk memberlakukan sanksi pidana semaksimal mungkin kepada pelanggar.

Pemerintah daerah juga perlu terus didesak untuk membuat peraturan daerah mengenai larangan konsumsi dan jual beli daging non-pangan.

Hanya 5,4 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang mengonsumsi daging anjing, tetapi apabila terus dibiarkan, praktik konsumsi dan jual beli daging anjing dapat mengancam kesehatan dan kesejahteraan seluruh penduduk Indonesia.

Perlu diapresiasi laman “Kolam Kesmavet” (http://dilankesmavet.pertanian.go.id/kolam ) yang diluncurkan oleh Kementerian Pertanian pada 7 Desember 2020 untuk memfasilitasi masyarakat melaporkan transaksi jual beli daging non-pangan di lingkungan mereka.

Akan tetapi, pemerintah pusat sebaiknya perlu menggandeng pakar-pakar IT terbaik di negeri ini untuk membuat aplikasi “Kolam Kesmavet” yang bisa diunduh di PlayStore dan App Store.

Baca juga: Sejarah Makan Daging Anjing di China, Bukan Tradisi?

Presiden Jokowi juga perlu segera memerintahkan kepala daerah untuk menutup semua pasar satwa liar di Tanah Air dan memperketat pengawasan, seperti membuat pos pemeriksaan ternak di banyak titik, mulai dari area istirahat di berbagai jalan tol seperti Trans-Jawa hingga jalur-jalur tikus yang sering digunakan untuk mendistribusikan daging anjing dan non-pangan lainnya di malam hari.

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com