Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai di Twitter, Cara Santai Yuni Shara Balas Komen Nyinyir Netizen

Kompas.com - 17/04/2021, 10:29 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Nama penyanyi Yuni Shara nangkring di deretan topik terpopuler (trending topic) Twitter sejak Jumat (16/4/2021).

Pada sebuah tangkap layar yang tersebar di Twitter, terlihat Yuni membalas dengan santai komentar-komentar nyinyir netizen soal pakaian yang digunakannya dalam sebuah unggahan di Instagram.

Dalam foto tersebut, ibu dua anak itu mengenakan kain Ulos Batak dan membiarkan bagian bahu serta lengannya terekspos.

"Berkali2 pergi umroh bajunya msh kurang kain,, apa yg didpt disana?" tulis salah satu warganet.

Namun, Yuni membalasnya dengan tetap santai dan sopan. "Tikasih atas perhatian nya ibu yang baik, Saya sedang memakai Ulos Batak, jadi justru kebanyakan kain inii hehe... InshaaaaAllah ibu saya bertanggung jawab atas diri saya sendiri," tulisnya.

Beberapa komentar menyinggung soal penampilan tubuh Yuni yang dianggap sudah terlihat menua meskipun wajahnya tampak masih cantik dan kencang.

"Kliatn jga ya tuanya di bgian badan n tangan walaupn mukanya tetap alus," tulis warganet lainnya.

Lagi-lagi, kakak dari penyanyi Krisdayanti itu memberikan balasan santai. "Kliatan dunk buu... kan memang sudah memasuki 46tahun????, Dan saya tampil apa adanya kog bu, gak di muda-mudain dan gak dipakein sarung tangan biar gak kliatan klo keriput. Sayaaa Santaaaaai bangeeet dengan keriput saya...... Malah ibu yang kurang santai liat nyaaaa heheeee...." tulis Yuni.

Yuni ternyata menyadari namanya ramai dibincangkan di Twitter. Rupanya, foto tersebut diunggahnya beberapa tahun lalu.

"Wah.... ini postingan 2-3 tahun lalu," tulisnya ketika mengunggah ulang tangkap layar ini melalui Instagram Story.

Respons Yuni dibanjiri pujian para netizen Twitter. Beberapa di antara mereka berharap bisa tetap santai dalam menghadapi kritik atau masalah, seperti yang dilakukan pelantun Jatuh Cinta Lagi itu.

"Yuni Shara, a pure definition of "Young outside, mature inside". Be like Yuni Shara (Yuni Shaar, definisi muda di luar, dewasa di dalam. Jadilah seperti Yuni Shara)," tulis seorang netizen.

"New level of sabar has been unlocked: yuni sharaa (level sabar baru terbuka: yuni shara)," tulis netizen lain melalui tweet-nya.

Mengapa orang senang berkomentar negatif di medsos?

Perundungan atau bullying pada kolom komentar media sosial adalah bagian dari online bullying.

Melansir Verywell Health, kolom komentar memang bisa menjadi tempat melontarkan penghinaan, ancaman, hingga pelecehan jika dibiarkan.

Laman tersebut mengutip studi Pew Research Center yang menemukan bahwa 22 persen atau satu dari lima pengguna internet pernah menjadi korban pelecehan online di kolom komentar di sebuah situs web.

Studi itu dipublikasikan pada 2014, di mana media sosial mungkin belum sangat berkembang seperti sekarang. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana parahnya bullying di media sosial saat ini, bukan?

Komentar di media sosial bisa sangat toksik karena beberapa hal, di antaranya:

  • Anonim: anonimitas di media sosial membuat banyak orang tidak merasa bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya. Komentar cenderung menjadi lebih vulgar karena tidak ada check and balance seperti di kehidupan nyata.
  • Efek disinhibisi: banyak hal yang tidak pernah bisa diterima di dunia nyata bisa diterima di internet, di mana norma-norma sosial tidak ada lagi dan siapa pun yang memiliki akses internet bisa mengatakan apapun tanpa dampak yang sebesar di dunia nyata.
  • Dehumanisasi: kita cenderung tidak memandang orang lain tersebut sebagai manusia lain yang berada di ujung komputer atau gawai lain dan tidak bisa melihat pengaruh kata-kata kita terhadap orang tersebut. Membuat ada kecenderungan ke arah agresi tanpa bisa dikendalikan.
  • Minim umpan balik langsung: komentar di internet biasanya mendapatkan respons atau umpan balik yang tidak langsung atau lebih lama daripada jika kita melakukannya di dunia nyata. Selain itu, kita bisa saja mengabaikan umpan balik itu dan terus saja berkomentar tanpa gangguan. Hal ini membuat kolom komentar berkembang menjadi tempat untuk melampiaskan emosi dan amarah negatif.
  • Mentalitas keroyokan (mob mentality): ketika seseorang berkomentar negatif, ini membuka pintu untuk orang lainnya yang punya pandangan serupa untuk ikut atau berani berkomentar.
  • Jenis platform: beberapa platform lebih menjaga identitas penggunanya sehingga memungkinkan seseorang tampil anonim. Situs yang mendukung ini cenderung menyuburkan praktik komentar negatif. Para peneliti menemukan jumlah komentar kasar dan penghinaan paling banyak ditemukan di YouTube, sementara platform yang banyak menampilkan perdebatan sudut pandang, misalnya laman politik Facebook, cenderung berisi perdebatan atau komentar marah-marah antar-pengguna.
  • Kepribadian: komentator sebetulnya adalah minoritas, sementara mayoritasnya cenderung hanya membaca. Kebanyakan orang yang berkomentar negatif adalah laki-laki, memiliki tingkat pendidikan lebih rendah, dan pendapatan lebih rendah. Banyak pula "tukang" komentar negatif yang senang mengolok-olok orang lain di media sosial dan menikmati rasa tidak nyaman yang muncul dari pengguna lainnya. Banyak dari mereka yang hanya berkomentar untuk menikmati hal itu.

Baca juga: 5 Tanda Kita Butuh Jeda Media Sosial

Dampak komentar negatif

Membaca komentar-komentar negatif di media sosial dapat berdampak pada kesehatan mental kita.

Membaca komentar negatif bisa menjadi candu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com