Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seperti Raisa, Ini Alasan untuk Tak Tampilkan Wajah Anak di Medsos

Kompas.com - 17/04/2021, 16:08 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Penyanyi Raisa Andriana diketahui tak pernah membagikan foto wajah anaknya, Zalina Raine Wyllie, di media sosial.

Ternyata hal ini dilakukan Raisa untuk menjaga privasi sang anak.

"It's privacy. Menurutku, itu haknya dia," ujar Raisa seperti dikutip dari kanal YouTube Boy William.

Raisa bukan satu-satunya ibu yang melakukan itu. Selain tidak memperlihatkan wajah bayi atau anak mereka, para ibu tersebut juga kerap menutupi wajah anak dengan emoji.

Model Gigi Hadid dan Ashley Graham serta aktris Halle Berry adalah beberapa contoh pesohor lain.

Lalu, apa manfaat yang didapatkan anak di masa depan ketika orangtua mereka melindungi privasi mereka di internet?

Baca juga: Raisa Jelaskan Alasan Tak Pernah Pamer Foto Anaknya di Media Sosial

Unggahan foto Raisa memperlihatkan putrinya, Zalina Raine Wyllie, bersama sang suami Hamish Daud.TANGKAP LAYAR INSTAGRAM @raisa6690 Unggahan foto Raisa memperlihatkan putrinya, Zalina Raine Wyllie, bersama sang suami Hamish Daud.
Fenomena sharenting

Media sosial semakin berkembang dari tahun ke tahun, membuat aktivitas berbagi foto dan video rasanya tak menjadi hal yang langka lagi.

Di tengah perkembangan teknologi ini, muncul istilah "sharenting". Sharenting adalah kombinasi dari kata "share (berbagi)" dan "parenting (pola asuh)".

Sharenting biasanya ditujukan untuk para orangtua yang mengunggah apa yang terjadi tentang anak mereka di media sosial. Platform paling populer untuk melakukan sharenting adalah Facebook dan Instagram.

Sharenting dapat berbahaya karena beberapa alasan, di antaranya:

  • Kurangnya privasi anak

Dengan adanya jejak digital yang dibuat orangtua dengan mengunggah sesuatu tentang anak, orangtua sama dengan mengambil privasi anak.

  • Cyberbullying

Mengunggah terlalu sering konten tentang anak sama dengan mengekspos kehidupan anak dan membuatnya rentan menjadi korban bullying atau sasaran penguntit di internet.

Mengunggah foto wajah anak sama dengan memberikan akses kepada orang lain secara luas, bukan hanya tentang diri sendiri tetapi juga informasi tentang anak.

  • Penyalahgunaan

Anak-anak berpotensi menjadi korban penyalahgunaan jika semua data mereka ada di internet.

  • Korban predator

Membagikan informasi pribadi anak secara luas juga sama dengan membukan akses terhadap predator potensial.

  • Penggunaan konten untuk alasan seksual

Ada banyak pedofil berkeliaran, termasuk di internet. Mereka bisa saja menggunakan foto anak kita untuk konten seksual, bahkan ketika kita hanya mengunggah foto polos yang tidak bermuatan seksual.

  • Berdampak pada emosi anak

Ketika orangtua mengunggah foto anak, kebanyakan orangtua tidak meminta izin kepada anak apakah ia bersedia fotonya dibagikan atau tidak. Ini berpotensi berdampak negatif terhadap emosi anak di masa depan.

Ketika anak dewasa, mungkin saja ia sedih atau kesal dengan apa yang diunggah orangtuanya tentang diri anak. Meskipun reaksi anak tidak selalu negatif, namun tinggi kemungkinan anak tidak menyukainya.

  • Menimbulkan kecanduan

Terlalu sering membagikan konten tentang anak tidak hanya berbahaya bagi anak, tetapi juga bagi orangtua. Terus-menerus berbagi konten di media sosial berisiko membuat orangtua mengalami kecanduan terhadap aktivitas tersebut.

Ketika kita memutuskan tidak membagikan foto wajah anak di media sosial, maka manfaatnya adalah kita mungkin akan lebih jauh dari risiko-risiko yang telah disebutkan di atas.

Pada akhirnya, ini akan membawa keuntungan juga bagi anak di masa depan.

Baca juga: Bahayanya Mengunggah Foto Anak di Media Sosial

Menggunakan media sosial dengan aman

Konsekuensi sharenting sangatlah serius. Lalu, bagaimana cara aman menggunakan media sosial?

1. Perhatikan kebijakan privasi

Setiap media sosial memiliki kebijakan privasi. Kita harus membacanya secara cermat untuk bisa melindungi privasi anak.

2. Pelajari batas minimal anaka dapat menggunakan media sosial

Bacalah ketentuan ini di setiap platform media sosial. Jika anak masih terlalu kecil, orangtua mungkin perlu melakukan pengawasan khusus terhadap aktivitas mereka di media sosial.

Penting untuk memastikan orangtua selalu mengetahui konten apa yang dilihat dan diunggah anak.

3. Minta pendapat anak

Lakukan hal ini kapan pun orangtua dapat melakukannya.

Penting bagi anak untuk bisa mengutarakan opini mereka tentang apa yang akan orangtuanya unggah jika berkaitan dengan diri mereka.

Foto yang diunggah bisa saja hanya foto biasa, tetapi perlu untuk mengetahui penilaian anak tentang foto itu.

4. Jangan bagikan foto telanjang anak

Foto-foto semacam ini dapat meningkatkan risiko cyberbullying, sexting, dan penyalahgunaan lain.

5. Pikirkan masa depan

Sebelum mengunggah, cobalah menanyakan pada diri sendiri tentang "kira-kira apa yang mungkin anak pikirkan di masa depan jika mereka melihat unggahan ini di masa depan?".

Ini akan membuat orangtua cenderung lebih bijak dalam mengambil keputusan sebelum mengunggah konten.

6. Menggunakan notifikasi Google

Google memiliki fitur untuk orangtua mengaktifkan notifikasi jika nama anak muncul di mesin pencari.

Jika fitur ini dapat digunakan, orangtua bisa mengetahui jika ada hal buruk yang terjadi pada anak di internet.

7. Berhati-hati dalam berbagi data

Terutama dalam hal lokasi. Lokasi yang dibagikan secara luas dapat mempermudah penguntit mengetahui lokasi anak.

Baca juga: Alasan Kahiyang Ayu Tak Unggah Foto Anak ke Instagram

Pro-kontra sharenting

Dengan sejumlah risiko yang ada ketika membagikan foto wajah anak di media sosial, apakah berarti hanya orangtua yang tidak cukup teredukasi yang melakukannya?

Jawabannya, tidak selalu. Cukup mengejutkan, bukan?

Sebuah studi berjudul "Smart Devices, Smart Decisions? Implications of Parents' Sharenting for Children's Online Privacy: An Investigation of Mothers" yang dipublikasikan pada Journal of Public Policy and Marketing, para peneliti membagikan hasil dari dua buah studi. 

Studi pertama melibatkan wawancara dengan 15 orang ibu berusia 24 hingga 40 tahun. Beberapa ibu baru merupakan ras Kaukasia dan memiliki latar belakang edukasi tinggi, dengan anak berusia antara 14 minggu hingga 11 tahun.

Kita memang tidak bisa mendapatkan banyak pelajaran dari sebuah studi kecil.

Tapi, poin penting dari studi ini sangatlah jelas bahwa para ibu tersebut sepenuhnya sadar akan bahaya mengunggah foto anak mereka secara online. Tetapi, mereka tetap ingin melakukannya.

Banyak dari ibu tersebut tetap bersedia membagikan identitas pribadi tentang diri dan anak mereka tidak hanya kepada teman, keluarga, dan pengikut di media sosial, tetapi juga kepada merek-merek komersil di media sosial.

Pada akhirnya, data mereka terekspos untuk orang asing dan para pemasar.

Alasan para ibu membagikan foto anak-anak mereka beragam, mulai dari rasa bangga yang terlihat jelas hingga alasan pribadi, seperti kerentanan terhadap ciitra tubuh mereka, tanggung jawab baru, dan tuntutan baru, hingga merasa kelelahan, depresi, dan kecemasan.

"Mengepos pengalaman mereka dan berbagi informasi pribadi tentang diri dan anak-anak mereka berfungsi sebagai strategi penanggulangan (coping strategy), terutama terkait dengan mencari penegasan atau dukungan sosial atau bantuan dari stres, kecemasan atau depresi yang mereka alami," ungkap peneliti.

Namun, motivasi yang lebih berbahaya adalah mengunggah foto anak demi mendapatkan penilaian, lewat "like" atau umpan balik, untuk membuat dirinya merasa dilihat, bahagia, dan sempurna.

"Sebagian ibu dengan semangat mengunggah tonggak sejarah (milestone) anaknya, seperti ulang tahun pertama atau momen lucu lainnya, kemudian menunggu dengan semangat afiramsi dalam bentuk "like" atau komentar," kata peneliti.

Penelitian lebih lanjut terkait topik ini masih dibutuhkan.

Baca juga: Unggah Foto Anak di Media Sosial Bukan Bentuk Perhatian dan Kasih Sayang

 

Pada akahirnya, mengunggah sesuatu tentang anak di media sosial tak selalu buruk.

Membagikan sedikit sisi hidup kita di media sosial bisa membuat kita lebih dekat dengan teman-teman kita di dunia maya.

Hal yang terpenting adalah kita perlu lebih sadar tentang apa yang kita bagikan secara publik.

Sebelum mengunggah sesuatu, pastikan kita sudah memahami konsekuensinya dan tidak membagikan segala sesuatu secara berlebihan.

Selain itu, kita tahu bahwa para orangtua, khususnya para ibu, harus terus mendapatkan dukungan.

Pahami adanya tekanan yang dihadapi para orangtua untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya sehingga mereka kerap mencari dukungan secara online. Ini sebetulnya dapat diatasi.

Langkah awalnya bisa dengan mengedukasi mereka tentang risiko dari menunjukkan privasi, mendidik mereka tentang siapa saja yang seharusnya boleh melihat konten mereka dan bagaimana mengendalikan konten mereka demi melindungi anak-anak mereka di masa depan.

Baca juga: Jangan Sembarangan Unggah Foto Anak di Media Sosial

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com