KOMPAS.com - Kontek TikTok tenaga kesehatan kembali memicu kontroversi di media sosial.
Kali ini, Ugiadam Farhan Firmansyah dan Ekida Rehan Firmansyah, mahasiswa kedokteran FKUI yang disebut tengah menjalani koas, bersama Jerome Polin yang jadi pelakunya.
Sembari mengenakan jas putih dokter dan stetoskop, ketiganya berjoget dengan lagu Kpop sambil tertawa.
Namun di bagian atas video diberi caption, "mohon maaf kami sudah berusaha semaksimal mungkin".
Baca juga: Tenaga Kesehatan di Media Sosial Perlukah Aturan Khusus?
Konten tersebut dianggap tidak sensitif karena kalimat tersebut biasanya digunakan para dokter ketika menyampaikan kabar duka kepada keluarga pasien.
Perilaku tiga conten creator yang menjadikan hal tersebut sebagai bahan candaan dinilai keterlaluan dan tidak beretika.
Ngeliat kemaren pasien meninggal di dpn mataku, dan bilang ke keluarganya kalo harus dilepas monitor & O2 mask nya and my supervisor literally said those words… and seeing this insensitive influencer making fun of it. Wow, no wonder everyone hates you pic.twitter.com/FwMqsivRvV
— Rizka (@rizkahasanah) February 26, 2023
Kasus Jerome Polin dkk menambah daftar riwayat konten media sosial tenaga kesehatan yang bermasalah.
Di waktu yang lalu, beberapa oknum tenaga kesehatan lain sempat menjadi viral dianggap melanggar etika profesi.
Pelecehan seksual, mengumbar aib, sampai nyinyir soal status pasien menjadi beberapa diantaranya.
Profesi di dunia medis selama ini dianggap sebagai pekerjaan yang bergengsi sekaligus penuh tanggung jawab. Namun, anggapan ini sempat tercoreng karena konten oknum nakes yang dianggap tak layak diumbar ke publik.
Padahal penggunaan media sosial selama ini dianggap sangat bermanfaat untuk edukasi masyarakat.
Sebuah survei yang dilakukan pada 4.000 dokter di sebuah situs internet menunjukkan bahwa
90 persen dokter menggunakan media sosial untuk aktivitas personal dan 65 persen dokter menggunakannya untuk keperluan profesi.
Baca juga: Konten TikTok Pembukaan Persalinan Dinilai Pelecehan, IDI Diminta Beri Sanksi Tegas
Manfaatnya cukup banyak karena dapat memperluas jaringan profesi, promosi institusi dan kesehatan.
Dokter juga berpartisipasi meningkatkan wawasan kesehatan masyarakat dan terlibat dalam diskusi soal kebijakan kesehatan.
Di sisi lain, penggunaan media sosial yang bijak bisa memfasilitasi hubungan profesional tenaga kesehatan, baik dalam skala nasional maupun internasional.
Dengan adanya media sosial, dokter lebih terbuka terhadap berita dan penemuan-penemuan baru dalam dunia kedokteran.
Sayangnya berbagai manfaat positif ini kemudian dirusak oknum nakes yang tak mengindahkan kode etik di dunia maya.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) sendiri telah merilis etika bermedia sosial untuk tenaga kesehatan sejak 30 April 2021.
Ada 13 etika yang harus dipatuhi, bukan hanya oleh dokter namun juga nakes lainnya di Indonesia.
Baca juga: Buntut Konten Tiktok Persalinan, Majelis Etik IDI Siapkan Fatwa Etika Bermedia Sosial untuk Dokter
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.