Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Kita Jadi Korban Kekerasan Online? Ini Cara Memastikannya

Kompas.com - 20/04/2021, 13:05 WIB
Sekar Langit Nariswari,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) semakin marak terjadi seiring meningkatkannya penggunaan internet selama pandemi.

Pada dasarnya, KBGO sama seperti kekerasan seksual di dunia nyata yang bertujuan melecehkan korban berdasarkan gender. Namun, pelaksanaannya dilakukan dengan bantuan teknologi khususnya internet dan media sosial.

Neira Ardaaneshwari, co-founder Tabu.id, komunitas daring yang fokus pada isu seksual anak muda, menyebut banyak yang menganggap enteng praktik KBGO.

Nyatanya, hal ini berdampak besar dan terbawa hingga ke kehidupan sehari-hari.

"Bisa berpengaruh kayak offline," terangnya pada diskusi virtual yang digelar Senin (19/04/2021).

Ia menguraikan jenis KBGO sendiri beragam dengan tipe dan modus yang berbeda. Dikutip dari Safenet, setidaknya ada delapan bentuk KBGO yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan sepanjang 2017.

Baca juga: LBH Apik: KDRT dan Kekerasan Berbasis Gender Online Meningkat sejak Pandemi

Jenis kekerasan tersebut yaitu pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), dan rekrutmen online (online recruitment).

Sementara itu, Internet Governance Forum menambahkan perilaku KGBO ini termasuk pula penguntitan, pengintimidasian, pelecehan seksual, pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan eksploitasi.

Sulit dihilangkan

Astridiah Primacita Ramadhani, aktvis Tabu.id yang juga kandidat psikolog klinis, menerangkan ada berbagai tantangan untuk menekan angka KBGO.

Berdasarkan riset terbatas yang dilaksanakannya, setidaknya ada lima alasan yang menyulitkan kekerasa gender dihilangkan.

Pertama, ketidaktahuan sedang menjadi korban KBGO. Kedua ialah perasaan takut akan mendapatkan stigma negatif dari masyarakat ketika mengadukannya.

Baca juga: Kenali Bentuk Baru KDRT Lewat Gadget dan Media Sosial

Terlalu banyak menghabiskan waktu di platform media sosial kerap dikaitkan dengan depresi, kecemasan, dan stres.UNSPLASH/DOLE777 Terlalu banyak menghabiskan waktu di platform media sosial kerap dikaitkan dengan depresi, kecemasan, dan stres.

Ketiga, korban yang merasa jadi korban tidak tahu caranya mengakses bantuan baik hukum maupun psikologis.

Keempat yaitu kekhawatiran malah akan menjadi korban UU ITE ketika mengakui pengalamannya di media sosial.

Sedangkan tantangan terakhir karena ketiadaan teman untuk mendampingi proses pencarian keadilan atas pengalamannya.

Baca juga: Survei: 56,3 Persen Responden Setuju dengan Revisi UU ITE

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com